BANJARBARU, REDAKSI8.COM – Tren thrifting atau pakaian bekas saat ini tengah ramai diperjual belikan, banyak warga membeli pakaian bekas impor tersebut dengan alasan harga murah dan mendapat kualitas yang baik.
Namun kebijakan Pemerintah Pusat melalui Kementrian Perdagangan telah melarang menjual pakaian bekas impor, karena dinilai merusak industri tekstil dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), ditambah masuk ke Indonesia secara ilegal.
Seorang penjual thrifting Kota Banjarbaru Riza mengatakan, soal larangan pemerintah tentang pakaian bekas yang di impor setuju saja, akan tetapi apa yang dilakukan pemerintah seperti membakar bal-balan baju thrifting sama sekali tidak memiliki hati nurani.
“Karena yang awalnya barang tersebut ada untuk di perjualkan tiba-tiba dibakar, lantas dimana hati nurani mereka,” ucap Riza, Rabu (22/3/23).
Riza mengungkapkan, dirinya menyukai thrifting sejak tahun 2016, dan mulai berjualan thrifting dari tahun 2020 hingga sekarang.
Barangnya diperoleh dari pasar subuh di Banjarmasin dan reseler-reseler.
Alasan dirinya menyukai thrifting ini lantaran untuk menghemat, dan harga yang murah, serta beragam varian corak warna dan gaya.
Harganya berkisar dari Rp50 ribu sampai Rp500 ribu. Karena tergantung kualitas barangnya, ada yang hadir limited atau terbatas, ada yang kualitasnya biasa saja, penjualannya pun dilakukan secara online dan offline.
Pembeli thrifting ini rata-rata dari wilayah Martapura, Banjarbaru dan diluar daerah seperti Riau, Sumatra dan Sulawesi, serta di seluruh Indonesia.
“Sebenarnya thrifting ini tidak menggangu pasar UMKM lokal khususnya perstektilan, dan kami ingin tahu dari mana pemerintah pusat mengetahui bahwa UMKM terganggu akibat adanya thrifting,” cetusnya.
Sedangakan dari data Asosiasi Perstektilan Indonesia mengatakan, pakaian jadi 80% pasar Indonesia dikuasai oleh Cina, dan 15% dikuasai negara lain, lalu 5% dari Indonesia, dan itu belum masuk ke perstektilan Indonesia yang brandnya sudah tinggi.
Menurut Riza Pemerintah Pusat ini seharusnya mengingat dan meninjau kembali bahwa ada yang lebih penting, yakni memberantas pasar Cina tersebut yang sudah 80% menguasai perstektilan.
Dirinya berharap pada pemerintah agar bisa dipikirkan kembali, ditinjau kembali, bahwa pasar thrifting ini sebenarnya tidak mengganggu, karena pasar thrifting sangat membantu kalangan bawah dan menengah yang ingin merasakan keemasan dari kalangan atas.
“Kami tegas menolaknya, dari kawan-kawan semuanya, dan kawan penjual, mereka berani mendaftarkan dagangannya ke UMKM, dan apa bila nanti diteguhkan untuk membayar pajak, mereka siap membayarnya,” tegas Riza.
Sementara itu, Walikota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin menyampaikan, untuk Pemerintah Kota Banjarbaru belum ada mengkaji berkaitan dengan hal tersebut, namun jelas, Pemerintah Kota akan mendukung apapun yang diputuskan oleh pusat.
“Tetapi kita juga menimbang tingkat perekonomian dari masyarakat untuk memutar perekonomian ini,” ujarnya.
Aditya mengatakan, kalau pun nantinya ada penindakan, pihaknya akan menindak secara soft dan humanis, sehingga masyarakat tidak dirugikan, terutama yang hari ini sudah melakukan penyetokan terhadap barang-barang tersebut.
“Jadi kita mencarikan jalan keluar yang terbaik, InsyaAllah nantinya,” ungkapnya.
(Red8-Irma)