REDAKSI8.COM, KALSEL – Selain di kanca lokal dan nasional, komuditas hasil perikanan Indonesia satu ini begitu disukai hingga ke pasar global.
Hidup disekitaran hutan mangrove, kepiting bakau (Scylla paramamosain) ini cukup bernilai mahal jika di pasaran internasional.
Nilai penjualannya dari data Kementerian dan Kelautan (KKP) pun sampai ke level luar negeri pada tahun 2021 tembus di angka US$613,24 atau Rp 8,75 triliun (kurs/Rp 14.269).
Akan tetapi sejauh ini, KKP belum juga menerbitkan aturan batasan atau kuota penangkapan komoditas kepiting, termasuk ikan lain.
Dampaknya, tahun ke tahun jumlah komuditas kepiting di wilayah perairan Indonesia ditakutkan berkurang perlahan, bahkan bisa saja habis. Karena bisa ditangkap sebanyak-banyaknya.
Tentunya hal itu tidak begitu berpengaruh dimasa sekarang karena jumlah yang tersebar di perairan Indonesia masih banyak.
Tapi dimasa depan, tepatnya 10 tahun dari sekarang apakah anak cucu kita masih bisa menikmati kelezatan daging Crustacea satu ini?
Lantaran belum adanya aturan baku soal kuota tangkap kepiting, apakah nelayan kita di Kalsel yang menangkap sebanyak-banyaknya kepiting termasuk melakukan tindakan ilegal?
Menjawab pertanyaan itu, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel, Fajar Priyo Pramono menilai tidak ilegal alias diperbolehkan.
Penangkapan kepiting oleh nelayan menurutnya diperbolehkan, asalkan syarat ketentuan tangkap, yakni karapas atau lebar cangkang minimal 12 cm terpenuhi.
“Menangkap tidak masalah, sepanjang cangkang atau karapas dari kepiting itu minimal lebarnya 12 centimeter,” ungkapnya melalui sambungan telepon pada Kamis (22/6/2023).
Untuk keputusan peraturan batasan mengenai kuota tangkap ini, dikatakan Fajar masih digodok oleh KKP.
KKP ujarnya masih sebatas melakukan rancangan keputusan kuota tangkap untuk nelayan lokal per daerah di Indonesia, termasuk di dalamnya produksi dan jenisnya.
“Ini masih baru mau rancangan, belum keluar keputusan resmi dari kementrian,” cetus Fajar.
“Diupayakan agar keputusan ini bisa terbit tahun ini,” sambungnya.
Kemungkinan kouta tangkap kepiting yang bakal diperoleh nelayan khususnya di Kalsel nanti menurut Fajar, kisarannya hanya boleh 3 ribu ton saja.
Itupun terbagi dalam dua zona, yakni Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 712 di Laut Jawa dan WPP 713 di Selat Makassar.
“Laut jawa (di WPP 712 -red) sekitar 279 ton, dan untuk wilayah Selat Makassar (di WPP 713 -red) itu sekitar 2.854 an ton,” sebutnya.
Jika dikonversi ke rupiah hitung fajar, dari dua wilayah tersebut mampu menghasilkan nilai jual kurang lebih Rp189 miliar.
“Kepiting itu per kilonya sekitar 60 ribuan rupiah, jadi kalau dikalikan kemungkinan kuota tangkap tadi konversi ke rupiah sekitar 189 miliar rupiah,” hitungnya.
Sementara, berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 19 tahun 2022, di wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia, jumlah kuota tangkap kepiting hanya boleh 26.980 ton, dari estimasi potensi yang tersebar di 12 wilayah perairan Indonesia sebanyak 40.810 ton.
Dari data tersebut, wilayah perairan yang paling banyak memiliki potensi tangkap kepiting ada di Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman.
Estimasi potensinya mencapai 10.870 ton kepiting. Tapi, yang boleh ditangkap hanya 5.435 ton saja.
Berikutnya ada di wilayah perairan laut jawa yang menyimpan potensi tangkap kepiting sampai 7.360 ton.
Lalu di perairan Samudra Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda ada sebanyak 6.787 ton.
Disusul Perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali, estimasi potensinya ada 6.213 ton.
Dan terbanyak ke lima berada di Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Natuna Utara. Estimasi potensinya mencapai 3.388 ton kepiting.
Sedangkan di tujuh wilayah perairan lainnya, masing-masing estimasi potensi tangkap kepiting tidak lebih dari 2 ribu ton.
Namun yang paling sedikit ada di wilayah perairan Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau, hanya 336 ton kepiting saja.