REDAKSI8.COM, BANJAR – Dalam Mazhab Maliki, diperbolehkan berniat puasa Ramadhan hanya satu kali di awal malam bulan Ramadhan, dan niat tersebut dianggap cukup untuk satu bulan penuh. Namun, ada beberapa ketentuan penting yang harus diperhatikan.
Pendapat ini didasarkan pada pandangan Imam Malik dan para pengikutnya yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan cukup dengan satu niat di awal bulan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Ibanatul Ahkam:
“Jika seseorang berniat puasa di awal malam Ramadhan untuk satu bulan penuh, maka itu sudah mencukupi dan tidak wajib memperbarui niat setiap malam. Namun, disunnahkan untuk memperbarui niat (tajdid) setiap malam. Pendapat ini dianalogikan dengan ibadah haji dan shalat yang hanya membutuhkan satu niat untuk seluruh rangkaian ibadah. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah ﷺ: ‘Sesungguhnya setiap orang hanya mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya.’ Jika seseorang telah berniat puasa untuk sebulan penuh, maka itu sudah cukup, dengan syarat puasanya tidak terputus. Jika puasa terputus karena sakit, haidh, atau bepergian, maka wajib memperbarui niat untuk sisa hari yang tersisa.”
(Hasan Sulaiman An-Nuri, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 2012], Juz II, halaman 290-291).
Dengan demikian, jika seseorang ingin mengikuti pendapat Mazhab Maliki dalam niat puasa, maka harus memenuhi syarat bahwa puasanya berlangsung secara terus-menerus tanpa terputus.
Salah satu kitab dalam Mazhab Maliki, Al-Khulasatul Fiqhiyah ‘ala Mazhabis Sadah Al-Malikiyah, juga memperkuat ketentuan ini dengan menjelaskan bahwa jika puasa terputus karena uzur seperti sakit, bepergian, atau haidh, maka niat satu kali di awal Ramadhan tidak lagi mencukupi. Orang tersebut wajib memperbarui niat setiap malam setelah puasanya terputus.
“Cukup satu niat untuk puasa yang wajib dilakukan secara terus-menerus, seperti puasa Ramadhan, kafarah Ramadhan, kafarah pembunuhan, dhihar, dan nazar yang harus dilakukan secara berturut-turut. Namun, syaratnya adalah puasa tersebut tidak terputus karena bepergian, sakit, atau sebab lainnya. Jika terputus, maka satu niat di awal bulan tidak lagi mencukupi dan wajib memperbarui niat setiap malam sebelum berpuasa.”
(Muhammad Al-’Arabi Al-Qarawi, Al-Khulasatul Fiqhiyah ‘ala Mazhabis Sadah Al-Malikiyah, [Darul Kutubil ’Ilmiyah], halaman 193).
Mengingat adanya potensi keterputusan puasa, terutama bagi perempuan yang pasti mengalami haidh dalam satu bulan, maka untuk lebih berhati-hati dianjurkan tetap memperbarui niat setiap malam. Hal ini agar tidak hanya mengamalkan satu dalil, tetapi dapat mengamalkan kedua dalil yang ada.
Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan:
“إعمال الدليلين أولى من إهمال أحدهما.”
“Mengamalkan dua dalil lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Ahmad Ar-Razi, Al-Fushul fil Ushul, Juz II, halaman 317).
Oleh karena itu, meskipun Mazhab Maliki memperbolehkan niat puasa satu kali di awal Ramadhan, lebih dianjurkan untuk tetap berniat setiap malam guna memastikan kesempurnaan ibadah puasa dan menghindari potensi batalnya niat.

