REDAKSI8.COM – Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Mandiangin Provinsi Kalimantan Selatan, memiliki banyak spot wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Di salah satu spot wisatanya, terdapat sebuah reruntuhan bangunan yang dulunya difungsikan sebagai Rumah Sakit bagi penderita Tuberkulosis (TBC) Paru pada zaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Bangunan ini adalah Sanatorium Mandiangin yang dibuka sejak tahun 1940.
Dilansir dari berbagai sumber sejarah, Sanatorium Mandiangin memiliki ruangan yang berfungsi sebagai kantor dan tempat tinggal Kepala Sanatorium, kemudian ruang pengobatan dan asrama inap pasien, dapur, kamar mandi dan toilet.
Sanatorium ini juga dilengkapi dengan tandon dan bak air.
Sanatorium Mandiangin berada di lokasi Bukit Besar dengan jarak 50 Kilometer dari Banjarmasin. Kemudian pada ketinggian 450 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL).
Susunan dinding bangunan sanatorium sendiri terdiri dari campuran batu andesit dan semen Portland serta kerikil, kemudian struktur kayu ulin, dinding papan ulin dan atap eternit. Bangunan dilengkapi dengan kamar mandi dan bak air mandi ukuran kecil serta toilet.
Selain itu, terdapat bangunan bak mandi/tandon dari beton pada bagian luar bangunan sanatorium. Bagian jendela menggunakan kaca bertulang.
Pendirian Sanatorium ini atas peran Stiching Centrale Vereeniging tot Bestrijding der Tuberculose (SCVI) atas dasar bahwa pada awal Abad ke 19, penyakit tuberkulosis paru (TBC atau TB) merupakan penyakit rakyat di seluruh rakyat Hindia Belanda. SCVI mendapat subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda.
Arsitek yang membangun sanatorium dan fasilitasnya adalah A.W, Rynders yang pada tahun 1939 tercatat sebagai arsitek di wilayah Zuid en Oost Borneo. Pada tahun 1943, setelah Jepang menguasai Kalimantan (Borneo), Sanatorium Mandiangin tidak difungsikan lagi.
Karena posisinya yang tersembunyi dan masih dikelilingi semak belukar, pengunjung atau wisatawan bisa melewati jalan setapak dari susunan batu gunung selebar 1 meter untuk menuju Sanatorium yang berada di sebelah barat daya dari Pesanggrahan Belanda.
Kepala UPT Tahura Sultan Adam Mandiangin, Rahmad Riansyah baru baru tadi kepada redaksi8.com mengungkapkan tak banyak yang tersisa dari bangunan sanitorium ini, hanya susunan pondasi dinding bangunan yang dibuat dari campuran batu andesit, semen portland dan kerikil.
“Selain itu, ada 3 buah tandon besar dari beton yang tertanam dalam tanah sebagai tempat menampung air untuk keperluan rumah sakit ini,” ujar Rahmad.
Sanatorium Mandiangin ini ungkap Rahmad, pada tahun 2019 ini akan mulai direstorasi ulang sebagaimana Rumah Pesanggrahan.
“Untuk tahun 2019 ini ada sekitar tiga bangunan utama yang akan kita restorasi, pertama Sanatorium yang dulunya diresmikan pada tahun 1939 kemudian rumah jaga yang berada di samping Pesanggrahan Belanda dan rumah pendamping. Pembangunan ini akan menelan dana sebesar 2,5 miliar rupiah, dilengkapi dengan area parkir dan penerangan jalan,” terangnya.