REDAKSI8.COM – Dilansir dari laman web detik.com, mulai hari Senin, 1 April 2019, pemerintah Indonesia resmi membatasi ekspor karet. Hal ini seperti yang diputuskan dalam pertemuan International Tripartite Rubber Council (ITRC) 2019 bersama Malaysia dan Thailand beberapa hari lalu.
Dalam pertemuan tersebut, ketiga negara sepakat membatasi jumlah ekspor karet sebesar 240 ribu ton. Dari angka itu, Indonesia mengambil andil sebesar 98 ribu ton dan sisanya diambil oleh Thailand dan Malaysia.
Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri keputusan tersebut telah tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 779 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6 untuk Komoditi Karet Alam.
“Mulai hari ini berlaku, jumlah ekspor dalam volume itu Thailand 126.240 ribu ton, Indonesia 98.160 ribu ton dan Malaysia 15.600 ribu ton. Itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 779 Tahun 2019,” ungkap dia dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (1/4/2019).
Lebih lanjut, ia menjelaskan untuk saat ini keputusan pembatasan ekspor baru dilaksanakan oleh Indonesia dan Malaysia saja. Sedangkan Thailand baru akan melaksanakan pada 20 April mendatang.
“Karena ada pemilu jadi Thailand baru 20 April nanti. Tunggu keputusan,” ungkap dia.
Dalam acara yang sama, Deputi VII Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman mengungkapkan saat ini harga komoditas karet sudah mengalami peningkatan di angka US$ 1,4 per ton dari sebelumnya US$ 1,2 per ton.
Sementara itu, target dari pelaksanaan ini diharapkan harga karet bisa meningkat ke angka US$ 2 per ton. Dengan begitu, para petani karet bisa menikmati pendapatan yang lebih baik.
“Harga sudah lebih baik dari November itu US$ 1,2 menjadi US$ 1,4. untuk itulah semoga bisa lebih baik lagi mencapai US$ 2. Paling tidak US$ 1,4 sampai US$ 1,5 bisa dinikmati dari petani karet kita,” tutup dia.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, Rolibi Zamroni membeberkan, pengurangan ekspor karet tersebut lantaran Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo berencana, akan menjadikan karet sebagai bahan baku pembuatan aspal.
“Itu programnya bapak Jokowi,” Ujarnya saat ditemui di ruangannya, Jumat (5/4).Kemudian lanjutnya, saat ini hasil panen karet di Kabupaten Banjar, dijual ke perusahaan PT. Insan Bonafit dan PT. Balimas dihargai senilai Rp. 17.500 per kilogram. Akan tetapi, angka tersebut bukanlah angka yang diterima oleh petani karet.
Karena sebelumnya, kadar kering karet harus terlebih dahulu diukur. Jika Kadar karet keringnya 60%, maka yang sampai ke petani karet hanya sekitar Rp.10.500 saja.
“Cuma wilayah Kecamatan Aluh-Aluh, Gambut, Tatah Makmur, Sungai Tabuk, Martapura Barat dan Beruntung Baru yang tidak memiliki perkebunan karet,” paparnya.