REDAKSI8.COM, BANJAR – Di sudut sunyi Desa Karya Makmur, Kecamatan Cintapuri Darussalam, hidup seorang perempuan lanjut usia yang nyaris terlupakan: Nenek Faijem (67). Setelah ditinggal wafat suaminya bertahun-tahun lalu, ia menjalani hari-hari dalam kesendirian, di sebuah rumah kayu yang nyaris roboh, atapnya bocor, dindingnya lapuk, dan alas tidurnya hanya tikar usang.
Namun, kesendirian itu mulai terusik oleh suara langkah kaki para prajurit berseragam hijau. Mereka datang bukan untuk patroli, melainkan membawa harapan.
Adalah Sersan Dua Hadi Santoso, Babinsa dari Koramil 1006-03/SE, yang menginisiasi gerakan kemanusiaan tersebut. Bersama rekan-rekannya, ia menyambangi rumah Nenek Faijem untuk menyerahkan bantuan dan menyusun rencana jangka panjang bagi perbaikan nasib sang nenek.
“Kami melihat sendiri betapa tidak layaknya rumah beliau untuk dihuni. Tidak ada kasur, dapur hanya tungku tua, dan hampir semua sudut bocor. Karena itu kami putuskan untuk turun langsung membantu,” ungkap Serda Hadi Santoso, Rabu (28/5/2025).
Tak hanya datang membawa sembako dan alat tidur, pihak Koramil juga menggandeng pemerintah desa serta warga setempat untuk membahas perbaikan tempat tinggal Faijem.
“Ini bukan hanya soal bantuan materi, tapi wujud nyata bahwa TNI hadir dan peduli. Kami ingin Nenek Faijem tahu, dia tidak sendiri,” lanjutnya.


Kisah Nenek Faijem menyentuh hati banyak pihak. Jumadi, tokoh masyarakat setempat, menyebutkan bahwa langkah cepat Babinsa menjadi cambuk bagi warga dan aparat desa untuk ikut serta.
“Kami salut dengan respons cepat Babinsa. Ini bukan sekadar bantuan, tapi bentuk kemanusiaan. Semoga gotong royong ini benar-benar bisa mengubah kondisi hidup Nenek Faijem,” ujar Jumadi.
Langkah awal yang dilakukan Koramil adalah pemetaan kebutuhan dasar dan estimasi biaya renovasi rumah. Dalam waktu dekat, mereka akan menggelar kerja bakti bersama warga untuk memperbaiki atap dan dinding rumah agar layak ditinggali.
Meski tubuhnya renta dan matanya mulai kabur, Nenek Faijem tak henti mengucap syukur. Ia tak menyangka ada begitu banyak orang peduli padanya.
“Alhamdulillah… Saya cuma bisa berdoa. Terima kasih anak-anak tentara ini sudah datang… sudah ingat saya,” ucapnya dengan suara bergetar, sembari menggenggam tangan Babinsa yang menyambanginya.
Di tengah keterbatasan, kisah Nenek Faijem menjadi pengingat bahwa solidaritas masih hidup. Bahwa perhatian terhadap sesama, sekecil apa pun, dapat menjadi terang di tengah gelap kehidupan.
Kini, di Desa Karya Makmur, rumah reyot itu tak lagi menjadi simbol kesepian. Ia berubah menjadi titik awal dari harapan baru, bukti bahwa kemanusiaan tak pernah benar-benar mati.