KOTAMOBAGU SULTRA, REDAKSI8.COM – Hari raya Idul Fitri bagi umat muslim, kerap identik dengan kegiatan silaturahmi dan saling bermaafan antar keluarga maupun tetangga sekitar yang terjadi di hampir seluruh belahan dunia.
Di indonesia, saking beragamnya suku dan adat budayanya, acap kali perayaan hari kemenangan setelah berhasil melewati sebulan penuh menahan lapar dan haus di bulan Ramadhan, masyarakat di masing-masing daerah melewatinya dengan cara dan kebiasannya sendiri.
Namun yang tidak berbeda, masyarakat Indonesia biasanya melakukan tradisi paling umum seperti mudik, ziarah ke makam, kumpul keluarga, takbiran di malam hari jelang Idulfitri, salat id, makan ketupat dan opor, dan tak lupa berbagi rezeki kepada sanak saudara.
Sementara di Kelurahan Motoboi Besar, Kacamatan Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara (Sultra), ada tradisi unik yang dilakukan setiap pasca lebaran Idul Fitri, yakni hari raya Binarundak.
Tradisi binarundak merupakan perayaan membuat makanan khas yang dinamai Binarundak oleh Suku Mongondow.
Dimana masyarakat setempat berkumpul dan saling berkerjasama membakar beras yang dilapisi daun pisang dimasukan ke dalam batang bambu.
Menurut salah satu warga setempat, Harianto Damoiko, hidangan khas Sulawesi Utara yang berbahan dasar beras dan dimasak dalam batang bambu itu kerap dirayakan pasca beberapa hari Hari Raya Idul Fitri.
Penyelenggaraan tradisi ini adalah ajang reuni dan silaturahmi para warga Kotamobagu yang merantau ke luar kota dan kembali ke kampung halaman saat lebaran.
Dengan mengikuti binarundak, para perantau akan berkumpul setelah berpisah sekian lama lalu membakar Binarundak bersama-sama sambil bermaaf-maafan sebelum kembali ke perantauan.
Tradisi tersebut diselenggarakan di sepanjang ruas jalan dan semua orang berkumpul di satu area.
Tak hanya sebatas tradisi, Binarundak juga telah menjadi ikon Kotamobagu.
Bahkan pada tahun 2014, pemerintah meresmikan Tugu Binarundak setinggi 18 meter di Jalan Teuku Umar, Motoboi Besar.
Bentuk dan tampilannya memang serupa dengan lemang khas Sumatra dan Kalimantan. Namun pada sisi rasanya, di Binarundak akan muncul rasa jahe yang kuat dan gurih santan.
Bahan-bahan pembuatannya terdiri dari beras ketan, jahe, santan, bawang merah, serai, daun jeruk purut, garam, gula, dan sedikit minyak goreng.
Sebelum diolah, beras ketan akan direndam dengan air semalaman agar beras menjadi lebih lunak dan lebih cepat matang ketika nanti dimasak.
Setelah direndam, beras ketan dikukus sampai setengah matang. Lalu beras tadi dimasak dengan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan.
Jika bumbu sudah meresap, beras ketan dibungkus daun pisang dan dimasukkan ke dalam selongsong bambu.
Kemudian bambu tersebut dibakar dengan asap api sampai matang.
Binarundak sangat cocok dinikmati bersama abon ikan cakalang, gulai daging sapi, abon daging rusa maupun kari.