Dengan penuh takzim, jemaah berdatangan sejak subuh, menempuh jalur darat dan menyusuri Sungai Martapura demi satu tujuan: meneladani perjuangan sang ulama besar yang menjadi tonggak syiar Islam di Kalimantan. Masjid Tuhfaturraghibin, tempat berlangsungnya haul, penuh sesak hingga jemaah meluber ke jalan-jalan desa sejauh beberapa kilometer. Sajadah terhampar di aspal, doa-doa bergema dari setiap sudut.
Acara haul dibuka dengan lantunan Maulid Habsyi oleh rombongan Sekumpul Martapura di bawah pimpinan KH Sa’dudin Salman. Suasana semakin khidmat ketika ayat-ayat suci Al-Qur’an dibacakan oleh qori cilik berprestasi, Muhammad Najmi Alvaro, yang baru saja menorehkan prestasi di MTQ Internasional Iran. Pembacaan manaqib oleh Guru Ahmadi Hamid memperdalam kekhusyukan, hingga akhirnya ditutup dengan doa penuh haru oleh KH Muhammad Wildan Salman.
Hadir dalam momen sakral ini Bupati Banjar H Saidi Mansyur, Wakil Bupati Habib Idrus Al Habsyi, Wakil Gubernur Kalsel Hasnuryadi Sulaiman, jajaran Forkopimda, para habaib, alim ulama, serta seluruh zuriyat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Wagub Hasnuryadi dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya atas haul ini, yang tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada Datuk Kalampayan, tetapi juga bukti kuatnya semangat keislaman di Kalimantan Selatan.
“Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari telah meninggalkan warisan ilmu yang luar biasa. Tugas kita kini adalah menjaga, mengamalkan, dan mewariskan ajaran beliau kepada generasi mendatang,” ujarnya penuh semangat.
Ketua Yayasan Syekh Muhammad Arsyad, KH Muhammad Husein, turut mengucapkan terima kasih kepada seluruh donatur, relawan, serta pemerintah daerah yang turut berperan besar dalam menyukseskan haul ini.
“Semoga haul ini membawa keberkahan dan kita semua mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW. Terima kasih kepada seluruh jemaah yang hadir dan semua pihak yang telah membantu hingga acara ini berlangsung aman, tertib, dan penuh makna,” pungkasnya.
Haul ke-219 ini bukan hanya ritual tahunan, melainkan bukti bahwa ajaran para ulama terus hidup dalam jiwa masyarakat Banjar dan Kalimantan. Sebuah warisan spiritual yang terus terpatri, dari masa ke masa.

