REDAKSI8.COM, JAKARTA – Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak akibat sejumlah permasalahan yang dialami jemaah Indonesia di Tanah Suci. Mulai dari pemisahan jemaah dari pasangan atau pendampingnya, keterlambatan distribusi kartu Nusuk, hingga ketidaksesuaian penempatan hotel, menjadi sorotan utama dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini.
Salah satu faktor yang disorot adalah penerapan sistem multisyarikah oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI. Jika sebelumnya Indonesia hanya bekerja sama dengan satu syarikah, tahun ini Kemenag menggandeng delapan syarikah untuk melayani jemaah haji Indonesia.
Langkah ini diambil dengan tujuan meningkatkan kompetisi dan kualitas layanan. Namun, implementasinya justru menimbulkan kebingungan dan ketidakteraturan dalam pengelolaan jemaah.
Komisi VIII DPR RI menilai bahwa Kemenag kurang matang dalam mempersiapkan perubahan sistem ini. Anggota Komisi VIII, KH Maman Imanul Haq, menyatakan bahwa penerapan sistem syarikah yang terkesan mendadak telah mengacaukan pengelompokan kloter yang sebelumnya sudah terencana dengan baik dari tanah air.
Akibatnya, banyak jemaah suami istri yang terpisah, serta jemaah lanjut usia yang terpisah dari pendamping yang sangat mereka butuhkan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, mengakui adanya masalah dalam pelaksanaan haji gelombang pertama tahun ini.
Salah satu isu yang mencuat adalah terbentuknya kloter campuran dari beberapa syarikah, yang menyebabkan jemaah terpisah dari rombongan mereka. Untuk mengatasi hal ini, Kemenag berupaya menerapkan sistem “one syarikah-one kloter” mulai gelombang kedua pemberangkatan haji tahun ini.
Selain itu, Kemenag juga menyebut bahwa aturan Pemerintah Arab Saudi semakin diperketat pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, mengatakan bahwa pihak yang memeriksa jemaah haji adalah kartu Nusuk dan syarikah atau perusahaan yang berwenang melayani jemaah haji. Hal ini menyebabkan jemaah yang tidak memiliki kartu Nusuk atau tidak terdaftar di syarikah tertentu mengalami kesulitan untuk masuk ke Mekkah.
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, banyak pihak mempertanyakan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kekacauan ini. Apakah syarikah sebagai penyedia layanan di Arab Saudi, atau Kemenag sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan haji di Indonesia?
Komisi VIII DPR RI mendesak Kemenag untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan negosiasi dengan pihak berwenang di Arab Saudi guna mencari solusi atas permasalahan ini .
