REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Di Indonesia saat ini terjadi gelombang perubahan tren kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda.
Keberadaan pemimpin muda yang memiliki ide-ide inovatif, komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial, serta semangat terhadap keberlanjutan tentu menjadi harapan semua.
Tren ini tercermin dalam Pemilihan Presiden terakhir. Dimana Calon Wakil Presiden yang relatif muda berhasil memenangkan pemilihan dan menunjukkan penerimaan masyarakat terhadap pemimpin muda sebagai representasi perubahan maupun masa depan bangsa.
Data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 menegaskan peran generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z yang membentuk sekitar 60% dari total DPT.
Sehingga potensi kehadiran pemimpin muda semakin terbuka dalam kontestasi Pilkada di Kota Banjarbaru mendatang.
Sebab, Kota Banjarbaru yang kini menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (IKP Kalsel) memiliki peluang akselerasi perkembangan yang signifikan.
Dan sebagai Ibu Kota Provinsi, tentu Banjarbaru akan menjadi pusat administrasi, ekonomi, dan budaya, yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan pembangunan kota.
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat (FISIP ULM), Dr. Muhammad Alif mengatakan, peluang kalangan muda untuk menjadi pemimpin di Kota Banjarbaru sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, pengalaman, dan dukungan dari masyarakat.
Walaupun dikalangan tua sering kali memiliki keunggulan dalam hal pengalaman dan jaringan, namun meningkatnya kesadaran akan pentingnya perspektif dan energi baru yang dibawa oleh generasi muda dapat membuka peluang yang lebih besar bagi mereka untuk terlibat dalam kepemimpinan.
Terlebih warga Kota Banjarbaru yang notabenenya adalah masyarakat yang heterogen.
“Selain itu, dengan visi misi yang segar, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan, kalangan muda dapat menarik perhatian dan dukungan luas dari warga Banjarbaru, memungkinkan mereka untuk menjadi pemimpin yang efektif dan berpengaruh dalam mengemban tanggung jawab pemerintahan,” ujarnya.
Menurutnya, bagi kalangan muda yang ingin menjadi pemimpin ini dihadapi berbagai tantangan unik, seperti persaingan dengan kalangan yang sudah mapan dan memiliki pengalaman luas dalam politik lokal.
“Ini bisa menjadi tantangan besar bagi mereka yang mungkin kurang memiliki jaringan atau pengalaman yang sama,” cetusnya.
Selain itu, persepsi warga terhadap kepemimpinan muda, sebab beberapa masyarakat mungkin lebih memilih pemimpin yang sudah berusia karena dianggap lebih stabil dan berpengalaman.
Kemudian, infrastruktur politik yang mungkin belum mendukung pertumbuhan karier politik bagi kalangan muda.
Serta tantangan dalam memperoleh sumber daya dan dukungan finansial untuk kampanye. Sehingga hal-hal seperti ini seringkali menjadi hambatan besar bagi calon pemimpin muda yang belum memiliki akses ke jaringan yang kuat.
“Meskipun tantangan ini nyata, kalangan muda juga memiliki kesempatan untuk membawa perspektif baru, energi, dan inovasi ke dalam politik lokal, yang bisa menjadi nilai tambah bagi masyarakat dan kemajuan daerah,” ucapnya.
Dengan demikian, untuk merebut hati masyarakat dalam kontestasi pemilihan umum daerah menjadi walikota, Alif menuturkan kalangan muda perlu menonjolkan beberapa nilai jual yang relevan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Misalnya, visi yang jelas dan inovatif mengenai pembangunan kota yang inklusif, berkelanjutan, dan progresif.
Kemampuan untuk mendengarkan dan merespons secara aktif terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat, serta menawarkan solusi-solusi kreatif dan praktis.
Tak hanya itu, integritas dan transparansi dalam kepemimpinan dengan berkomitmen untuk memerangi korupsi dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan.
Hingga keterlibatan aktif dalam membangun komunitas dan memperjuangkan kepentingan serta aspirasi warga, baik melalui program-program sosial, kegiatan partisipatif, maupun advokasi atas hak-hak masyarakat.
Maka penggunaan teknologi dan media sosial secara cerdas untuk memperluas jangkauan kampanye, berkomunikasi dengan efektif, dan melibatkan generasi muda secara luas dalam proses demokrasi lokal.
“Dengan mengedepankan nilai-nilai ini, kalangan muda memiliki peluang besar untuk meraih dukungan masyarakat dalam kontestasi pemilihan walikota,” pungkasnya.