REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Isu terkait pemanfaatan lahan eks Pusat Kesehatan Ibu dan Bayi (Puskib) yang terletak di Kota Balikpapan kembali menjadi sorotan publik.

Lahan dengan luas sekitar 3,8 hektare itu kini menjadi bagian dari aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), namun lokasinya berada dalam wilayah administratif Pemerintah Kota Balikpapan. Situasi ini menimbulkan potensi konflik kepentingan antar dua level pemerintahan, yakni provinsi dan kota.
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Nurhadi Saputra, memberikan pandangan permasalahan ini seharusnya bisa diatasi melalui pendekatan yang mengedepankan komunikasi yang sehat dan koordinasi intensif antara kedua belah pihak.
Menurutnya, meskipun kewenangan atas lahan tersebut berada di tangan pemerintah provinsi, sangat penting untuk melibatkan Pemerintah Kota Balikpapan dalam proses pengambilan keputusan, terutama karena lahan tersebut berada di dalam wilayah kota.
“Secara administratif, memang itu aset provinsi, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa tanah itu berada di wilayah Kota Balikpapan. Maka, wajar jika pemkot merasa berkepentingan. Kita tetap harus berkonsultasi dan meminta pertimbangan dari pemerintah kota sebagai pihak yang berwenang atas wilayah,” ujar politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Nurhadi memandang keinginan Pemerintah Kota Balikpapan untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai sesuatu yang sah dan dapat dipahami.
Hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat Balikpapan terhadap fasilitas publik, yang hingga kini dinilai masih belum mencukupi.
Salah satu fasilitas yang dinilai sangat dibutuhkan adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), terutama di kawasan-kawasan tertentu yang masih kekurangan layanan tersebut.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa perencanaan pemanfaatan lahan tersebut sebaiknya tidak hanya berfokus pada pembangunan SPBU semata.
Menurutnya, akan jauh lebih baik jika lahan itu juga dimanfaatkan untuk kebutuhan jangka panjang lainnya, seperti Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan fasilitas pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA).
Ia mengungkapkan bahwa saat ini Balikpapan masih mengalami kekurangan jumlah SMA negeri, sementara pertumbuhan penduduk dan peserta didik terus meningkat setiap tahunnya.
“Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama. Kebutuhan akan sekolah menengah masih tinggi, sementara lahan yang tersedia di kota sangat terbatas. Maka dari itu, saya mengusulkan agar selain untuk SPBU, sebagian lahan itu bisa difungsikan sebagai RTH dan juga lokasi pembangunan SMA negeri,” tambah Nurhadi.
Ia menekankan pentingnya proses dialog yang inklusif dan terbuka antara Pemprov Kaltim, Pemkot Balikpapan, serta masyarakat setempat.
Nurhadi berharap agar lahan tersebut tidak dibiarkan terbengkalai atau dimanfaatkan secara sepihak tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi lokal.
Menurutnya, lahan strategis di kawasan perkotaan seperti itu memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif jika dirancang dengan visi jangka panjang.
DPRD Kalimantan Timur, kata Nurhadi, siap berperan aktif sebagai fasilitator atau mediator jika diperlukan forum dialog antara kedua pihak.
Ia menegaskan, segala bentuk keputusan mengenai pemanfaatan aset publik harus dilakukan secara terbuka, melibatkan partisipasi masyarakat, dan berlandaskan pada kebutuhan nyata yang ada di lapangan.
“Kita harus duduk bersama dan saling memahami. Jangan sampai karena persoalan kewenangan dan ego sektoral, lahan ini akhirnya tidak memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Kita butuh perencanaan yang matang dan kolaboratif agar kebermanfaatannya benar-benar terasa oleh warga Balikpapan dan Kalimantan Timur secara umum,” pungkasnya.
Dengan meningkatnya kebutuhan terhadap fasilitas publik serta keterbatasan ruang di kota-kota besar seperti Balikpapan, persoalan pengelolaan aset bersama memang menuntut pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif.
Jika tidak ditangani secara bijaksana, bukan tidak mungkin persoalan ini akan berlarut dan menimbulkan dampak sosial maupun politis di kemudian hari.