REDAKSI8.COM, JAKARTA — Seluruh Pengurus LPRI Kalsel Banjarbaru membuat klarifikasi atas 2 pemberitaan yang dimuat oleh Redaksi8.com.

Berita pertama tayang pada Selasa (20/5/2025) berjudul ‘Terungkap, Anggota LPRI Kader PPP’.
Berita kedua tayang di hari Rabu (21/5/2025) dengan judul ‘Ketua LPRI Kalsel Janjikan Rp200 Ribu Jika Kotak Kosong Menang’.
Dalam rilis yang ditulis ‘siaran pers‘ tersebut mereka mengklarifikasi, Syarifah Hayana tidak mengetahui adanya keterkaitan antara salah satu petugas perbantuan LPRI Kalsel atas nama Rizki Amalia dengan partai politik tertentu sebagaimana disebutkan dalam pemberitaan.
Segala informasi yang muncul di luar proses hukum resmi tidak dapat dianggap sebagai bagian dari sikap atau pernyataan resmi pihak pemohon.
Kemudian, berdasarkan data internal DPD-LPRI Kalimantan Selatan, Rizki Amalia bukan merupakan anggota resmi LPRI, melainkan petugas perbantuan administratif non-struktural.
Menurut mereka, yang bersangkutan direkrut dengan pernyataan tertulis telah mengundurkan diri dan tidak lagi aktif dalam partai politik manapun pada saat pendaftaran.
“Oleh karena itu, segala tindakan atau latar belakang pribadi yang bersangkutan tidak mewakili institusi LPRI Kalsel secara struktural maupun fungsional,” lanjut isi siaran pers.
Selanjutnya mereka menilai, tuduhan yang menyebut Ketua LPRI Kalsel menjanjikan imbalan uang sebesar Rp200.000 jika kotak kosong menang adalah fitnah yang keji, tidak berdasar, dan sangat merugikan nama baik institusi serta pribadi Ketua DPD-LPRI Kalsel.
Pemberitaan tersebut menyebutkan pernyataan dari seseorang berinisial ‘M’, namun identitas pihak tersebut tidak dapat diverifikasi.
Pun menurut mereka, yang bersangkutan sama sekali bukan merupakan bagian dari struktur maupun jaringan kerja LPRI Kalsel, apalagi dari tim Pemohon Syarifah Hayana.
“Hal tersebut semua Fitnah, dan siapa inisial M tersebut tidak jelas dan yang bersangkutan bukan tim dari Bu Syarifah Hayana,” ungkap Seluruh Pengurus LPRI Kalsel.
“Kami mencurigai narasi ini (2 berita yang dimaksud<-red) merupakan bagian dari upaya sistematis untuk mendistorsi opini publik, sekaligus membelokkan fokus dari pokok perkara yang sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi, yakni dugaan kuat adanya pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan PSU Pilkada Kota Banjarbaru,” sambung mereka.
Mereka menduga semua itu untuk alasan pembenar saja menutupi alasan kuat kecurangan TSM di PSU Kota Banjarbaru.
Mereka juga menilai pemberitaan tersebut diduga tidak memenuhi prinsip jurnalisme profesional, khususnya prinsip cover both sides yang mewajibkan wartawan untuk mengonfirmasi informasi kepada pihak-pihak yang diberitakan.
“Tidak ada upaya konfirmasi kepada Ketua LPRI Kalsel atau kepada tim kuasa hukum Pemohon sebelum berita dimuat, sehingga berita tersebut rawan menyesatkan opini publik,” tulis mereka.
Lebih jauh dalam siaran pers itu, mereka menghormati kebebasan pers dan hak publik untuk memperoleh informasi.
“Namun, kami mengimbau kepada seluruh insan pers agar melakukan verifikasi silang dan mengedepankan prinsip cover both sides sebelum mempublikasikan berita, terlebih yang berkaitan dengan proses hukum yang sedang berjalan,” Imbau mereka.
Selanjutnya, Tim Hanyar Banjarbaru menghimbau kepada Media tersebut untuk segera menurunkan atau merevisi pemberitaan yang tidak dapat diverifikasi tersebut.
Lalu menyampaikan hak jawab sesuai ketentuan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Setelah itu memastikan, pemberitaan ke depan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah serta akurasi narasi.
“Kami tegaskan kembali proses hukum di Mahkamah Konstitusi harus dijalankan dengan kesungguhan, kejujuran dan tanggung jawab. Segala bentuk manipulasi opini publik dan penyebaran fitnah hanya akan mencederai integritas demokrasi,” ujar mereka.
“Kami tidak akan tinggal diam terhadap serangan yang merusak kehormatan Kuasa kami, dan siap menempuh jalur hukum jika diperlukan,” sambung Tim Hanyar.
Pihaknya berharap pemberitaan yang berkembang dapat diluruskan agar tidak menimbulkan disinformasi, prasangka publik, maupun intervensi terhadap proses persidangan yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Bagi Tim Hanyar, klarifikasi yang mereka anggap ‘resmi‘ itu dikeluarkan demi menjaga objektivitas pemberitaan publik dan menjamin keakuratan informasi terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) yang tengah mengahadapi proses pemeriksaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), khususnya perkara Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali kota Banjarbaru (PSU Pilwalkot Banjarbaru) Nomor Perkara: 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025.
Sebagai informasi, pemberitaan yang di tayangkan Redaksi8.com sudah berdasarkan kode etik jurnalistik.
Terkait narasumber yang meminta namanya tidak dimuat, di lindungi undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999, khususnya pasal 1 ayat 10 yang mengatur tentang “Hak Tolak”.
Hak tolak itu memberikan kewenangan kepada wartawan untuk menolak mengungkap identitas sumber beritanya.
Ada dua dasar pengaturan hak tolak. Pertama, dalam UU Pers, hak tolak diatur dalam pasal 4 ayat 4.
Bunyinya, Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Kedua, dalam pasal 7 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang pengaturannya digabung dengan soal embargo berita, informasi latar belakang dan ”off the record.”
Selengkapnya Pasal 7 KEJ berbunyi, ”Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan”.