ASTAMBUL, Gayam merupakan salah satu tanaman pohon yang dapat dikonsumsi, biji buahnya juga sebagai tanaman penghijauan yang dapat mengkonservasi air. Di Kecamatan Astambul, tanaman ini diketahui hanya ada di Desa Kelampaian dan tinggal satu satunya yang tepat tumbuh di samping mushola di pemakaman Datu Kalampaian.
Bukan saja pohon gayam yang tinggal 1, tetapi pengolah buah gayam pun tinggal satu keluarga. Saat ditemui di kediamannya, Ikrimah (40) pengolah buah gayam menyatakan, usaha pengolahan buah gayam yang masih ia tekuni, merupakan usaha turun temurun dari nenek moyang.
“Tanaman gayam adalah warisan dari nenek moyang, pohon gayam yang ada ini saja berusia ratusan tahun,”terangnya.
Buah gayam ini secara bentuk mirip dengan buah jengkol atau di bahasa bahasa Banjar disebut jaring, namun secara rasa berbeda dengan jengkol, rasanya lebih hambar dan tidak berbau.
Sebelum dimakan, buah gayam harus direbus dengan memberi sedikit taburan garam agar terasa gurih saat masak. Harga untuk 1 tangkup buah gayam yang sudah di rebus dibandrol dengan harga Rp.1000. Cara makannya, biasanya menggunakan santan.
Wilayah pemasaran buah ini hanya di Martapura tetapi biasanya terang Ikrimah, pesanan untuk olahan buah gayam ini bisa juga dari luar daerah.
“Sekali memetik hasilnya sekarang hanya sampai 200 tangkup saja, berbeda dengan tahun sebelumya yang bisa menghasilkan sampai 500 tangkup sekali panen, mungkin dikarenakan faktor usia pohon yang sudah terlalu tua sehingga produktivitasnya berkurang,” terangnya.
Tanaman Gayam saat ini tambahnya, mulai langka dikarenakan tidak adanya budidaya tanaman ini, budidaya tanaman gayam belum pernah berhasil. Ia berharap, untuk tanaman gayam dapat dibudidaya lagi karena tanaman ini sudah mulai langka, padahal merupakan tanaman yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Kalimantan.
“Harusnya ada perhatian untuk menumbuh kembangkan jenis tanaman ini, karena tanaman ini selain buahnya dapat dimanfaatkan sebagai menahan air,” ucapnya. (rama)