Dalam diskusi publik yang digelar Jumat malam (23/5/2025), para pemuda berkumpul menyuarakan kegelisahan yang sama: sejarah kelam bangsa jangan sampai terkubur dalam diam. Mereka mengusulkan pemugaran makam massal korban kerusuhan serta pembangunan monumen peringatan sebagai simbol reflektif dan edukatif bagi generasi mendatang.
“Meski zaman terus bergerak, simbol sejarah harus tetap ada. Monumen bukan hanya tanda fisik, tapi pengingat bagi bangsa yang pernah terluka,” kata Muhammad Syamsu Rizal, kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarbaru.
Ia juga menegaskan pentingnya pembangunan museum HAM di Kalimantan Selatan. Saat ini, museum bertema serupa hanya terdapat di Jakarta. Menurut Rizal, Kalsel membutuhkan ruang edukasi tentang nilai-nilai kemanusiaan, terutama yang berakar dari peristiwa sejarah lokal seperti Jumat Kelabu.
“Gagasan ini kami mulai dari tulisan dan diskusi, dan akan kami kawal hingga terealisasi. Museum HAM di Banjarbaru akan menjadi bentuk komitmen pemuda terhadap nilai-nilai keadilan dan sejarah,” tegasnya.
Tragedi Jumat Kelabu terjadi menjelang Pemilu 1997 dan berujung pada kerusuhan hebat di Banjarmasin, yang menewaskan ratusan orang. Sebagian korban dimakamkan secara massal di Banjarbaru. Sayangnya, hingga kini makam tersebut tak terawat dengan layak—beberapa nisan bahkan belum pernah diganti sejak awal didirikan.
“Ini bukan sekadar soal batu nisan. Ini soal penghormatan terhadap kemanusiaan,” ujar Rizal.
Banjarbaru yang kini menyandang status sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan dianggap layak menjadi titik penting pemulihan ingatan kolektif ini. Para pemuda juga berharap dukungan dari pemerintah daerah, instansi vertikal, dan masyarakat luas untuk mewujudkan gagasan monumental ini.
“Kalau tidak kita yang menjaga sejarah, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” pungkas Rizal dengan penuh keyakinan