REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Usai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI) memberhentikan tetap empat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru, Pengacara Sofyan bersama pengurus Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Banjarbaru mendatangi Direktorat Reskrimsus Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin pada Selasa (4/3/25).
Kedatangan mereka untuk melaporkan perbuatan melawan hukum karena komisioner KPU Banjarbaru dianggap telah menghalangi pemilih yang akan memberikan hak suara pilihnya di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banjarbaru pada Rabu (27/11/24) lalu.
Sofyan bersama GMPD meminta kepada Polda Kalsel agar segera membentuk satgas atau tim investigasi guna memeriksa dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh empat komisioner KPU Banjarbaru.
Empat komisioner tersebut ketua KPU Banjarbaru Dahtiar dan tiga anggotanya yakni Resty Fatma Sari, Normadina dan Hereyanto.
“Kapolda Kalsel harus usut tuntas dugaan melanggar hukum yang dilakukan oleh mantan komisioner KPU Banjarbaru yang menyebabkan Pemilih di Pilkada Banjarbaru dirampas hak konstitusional warga,” ujarnya.
“Kami sebagai pemilih merasa mantan komisioner telah menghalang-halangi hak pilih warga di Pilkada Banjarbaru 2024 dan ancamannya pidana,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua GMPD, Rachmadi menjelaskan, berdasarkan putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pemilukada Kota Banjarbaru tahun 2024 telah melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 dan melanggar asas Pemilu.
Khususnya asas adil dan asas bebas, dikarenakan tidak adanya keadilan bagi para pemilih, serta tidak adanya kebebasan para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada pasangan calon nomor urut 1.
“Pasal 531 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, jelas mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta,” tegasnya.



