REDAKSI8.COM, NASIONAL – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo ingin kedudukan MPR menjadi lembaga tertinggi Negara dikembalikan.
Baginya, begitu ideal jika MPR di kembalikan sebagai lembaga tertinggi di Negara Indonesia.
“Sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat hari jadi ke-58 Lemhannas pada 23 Mei 2023 yang lalu,” cetus Bambang Soesatyo seperti dilansir dari kanal resmi MPR RI di youtube pada sidang Tahunan MPR RI bersama Sidang DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti.
Ia pun ingin MPR RI kembali menjadi lembaga negara tertinggi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurutnya, tak ada jalan lain dalam menghadapi tantangan global selain kembali kepada Azas dan Sistem Bernegara Pancasila.
Sebab menurutnya, bangsa indonesia memerlukan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara yang lebih sempurna.
“Kita cari yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan. Jawaban itu adalah, kita harus kembali kepada Pancasila,” tegas LaNyalla dalam pidato kenegaraannya.
Para pendiri bangsa ujarnya, melalui pikiran jernih dan niat luhur, telah merumuskan Azas dan Sistem bernegara yang dilandasi oleh sebuah nilai yang digali dari Bumi Nusantara ini.
“Nilai yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka, yaitu Pancasila,” cetusnya.
Sistem yang memanusiakan manusia. Sistem yang merajut persatuan. Sistem yang mengutamakan musyawarah perwakilan dan sistem yang berorientasi kepada keadilan sosial.
“Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, bangsa yang lahir dari sejarah panjang Bumi Nusantara ini,” ujar LaNyalla.
Sistem-sistem tersebut lebih jauh, belum pernah diterapkan secara benar. Baik sejak era Orde Lama maupun Orde Baru.
Bahkan di era reformasi sistemnya semakin kabur, akibat amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam.
Berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa Profesor di sejumlah perguruan tinggi, Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang digunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.
“Perubahan isi dari pasal-pasal dalam konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat Individualisme dan Liberalisme,” terang LaNyalla.
Akibat tiadanya kerangka acuan atau naskah akademik dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan salah satu sebab timbulnya inkonsistensi teoritis dan konsep, dalam mengatur materi muatan Undang-Undang Dasar.
Itu pun termaktub dalam kajian atas amandemen di tahun 1999 hingga 2002 melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 yang dibentuk Komisi Konstitusi.
“Ini artinya, perubahan tersebut tidak dilengkapi dengan pendekatan yang menyeluruh dari sisi filosofis, historis, sosiologis, politis, yuridis, dan komparatif,” pikirnya.
Sehingga, jika lembaganya menyambut baik kehendak MPR RI untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem bernegara, sebagai sebuah jalan keluar untuk memberikan ruang bagi bangsa dan negara ini untuk merajut mimpi bersama, guna melahirkan tekad bersama, untuk mempercepat terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini.
Hal tersebut, masuk kedalam proposal kenegaraan DPD RI yang meliputi lima hal pokok. Salah satunya pengembalian kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara penting untuk menampung semua elemen bangsa dalam pelaksanaan kedaulatan.
“Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan yang menampung semua elemen bangsa, yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan,” menurutnya.
Sementara itu salah satu undangan dari Raja dan Sultan Nusantara, Pangeran Cevi Yusuf Isnendar selaku Sultan Banjar, menyampaikan dukungannya kepada usulan dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
“Usulan dari DPD RI ini sangat kami dukung, karena untuk memperbaiki arah tujuan bangsa seperti keinginan para pencetus Republik ini,” ucap keturunan Sultan Hidayatullah ini.
Sebab, Ia sependapat dengan pandangan dari Lanyalla. Dimana sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa ini, adalah sistem Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila.
“MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi Negara, karena di MPR lah semua golongan terwakili dan menjadi perumus sebagai keterwakilan rakyat dari berbagai elemen, tidak hanya dari partai, tetapi juga dari non partisan,” tandasnya.