REDAKSI8.COM, BATAM – Pada 17 Agustus, bangsa Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79. Perayaan ini merupakan momen penting untuk merenungkan sejauh mana makna kemerdekaan, khususnya kemerdekaan pers, telah terwujud di negeri ini.
Kemerdekaan Pers: Pilar Utama Demokrasi
Kemerdekaan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang krusial. Idealnya, pers yang merdeka memungkinkan jurnalis menjalankan tugas jurnalistik mereka tanpa tekanan, intervensi, atau ancaman dari pihak manapun. Namun, kenyataannya, banyak sengketa jurnalistik yang berakhir di ranah hukum, padahal hukum pers sudah menyediakan mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan perselisihan karya jurnalistik.
Hak Jawab: Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pers
Hak jawab adalah hak bagi individu atau pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan untuk memberikan tanggapan atau klarifikasi melalui media yang sama. Hak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 Ayat (11) mendefinisikan hak jawab sebagai hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya.
Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2) mengatur bahwa setiap orang berhak mengajukan hak jawab atas pemberitaan yang dirasa merugikan, dan pers wajib melayani hak jawab secara proporsional. Proses hak jawab dimulai dengan pengajuan permohonan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada media yang menerbitkan berita tersebut. Media kemudian harus menyiarkan hak jawab dalam edisi yang sama atau edisi berikutnya.
Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Pers menyatakan bahwa media yang tidak melayani hak jawab dapat dikenai sanksi pidana berupa denda maksimal Rp500 juta.
Penegakan Hukum dan Penolakan Kriminalisasi Jurnalistik
Masih sering terjadi kasus pencemaran nama baik yang seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab, malah berakhir di ranah pidana atau perdata. Ini bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers. Produk jurnalistik yang sah seharusnya tidak dapat digiring ke ranah pidana. Aparat penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, dan hakim, memiliki kewajiban untuk menolak penanganan kasus yang berkaitan dengan karya jurnalistik di luar mekanisme hak jawab yang sudah diatur.
Dalam MoU antara Kapolri, Dewan Pers, dan Ketua Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa setiap sengketa jurnalistik yang dilaporkan ke kepolisian harus diserahkan kepada Dewan Pers. MoU ini juga mengatur bahwa pengadilan tidak akan menerima kasus sengketa jurnalistik yang belum melalui proses hak jawab di Dewan Pers.
Harapan pada Pemerintahan Baru
Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki tanggung jawab besar untuk menegakkan kemerdekaan pers. Diharapkan, Presiden Prabowo dapat memperkuat komitmen seluruh aparatur negara, terutama Polri dan Mahkamah Agung, untuk menghormati dan menjalankan MoU yang telah disepakati dengan Dewan Pers.
Di era informasi yang begitu mudah diakses ini, kemerdekaan pers menjadi semakin penting. Pemerintah harus menjadi pelindung kemerdekaan pers, memastikan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap wartawan dan produk jurnalistik. Dengan demikian, pers Indonesia dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, tanpa rasa takut atau intervensi.
Dalam menghadapi tantangan ini, aparat penegak hukum, insan pers, akademisi, serta pemerhati hukum pers di Indonesia harus bersatu. Mereka harus terus mengawal dan menjaga kemerdekaan pers agar pers Indonesia benar-benar bebas dalam menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.