REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Kasus pembunuhan berencana jurnalis Juwita oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) Lanal Balikpapan, Jumran kembali dilaksanakan di Pengadilan Militer (PM) Banjarmasin dengan pemeriksaan terdakwa, Selasa (20/5/25).

Dalam sidang tersebut terdakwa Jumran bersaksi dan mengakui bahwa memang benar pernah check in di salah satu hotel Banjarbaru bersama korban Juwita.

“Siap, benar saya pernah check in bersama Juwita, tapi tidak ngapa-ngapain,” ujarnya.
Karena diketahui oleh keluarga korban pada saat check in hotel, terdakwa pun disuruh bertanggungjawab untuk menikahi.
Akan tetapi proses pengajuan pernikahan dinilai keluarga korban cukup lama dan dirinya merasa didesak terus menerus, serta diancam kakak korban jika tidak bertanggungjawab akan dilaporkan kepada pimpinannya.
“Saya merasa dongkol, marah dan tertekan karena diancam,” ungkapnya.
Disisi lain, terdakwa sudah memiliki pacar di kendari sejak tahun 2018 hingga sekarang sebelum dirinya menjadi anggota TNI AL.
Kemudian, ketika ditanya Hakim Ketua dalam persidangan kapan terdakwa ada niat untuk menghabisi nyawa Juwita? Jumran menjawab tidak ada niatan untuk membunuh, semuanya secara spontan dan tiba-tiba.
“Saya berpikir mau ke Banjarbaru untuk menyelesaikan masalah, tidak ada niat menghabisi nyawa Juwita,” tuturnya
Sebelum pergi ke Kota Banjarbaru untuk bertemu Juwita, terdakwa menggadaikan motornya sebesar Rp15 juta untuk biaya operasional.
Bahkan, pada saat tanggal 20 Maret 2025 Jumran sempat searching video-video bagaimana cara menghilangkan jejak dan alat bukti.
“Tanggal 20 Maret memang punya niat dalam hati ingin membunuh,” bebernya.
Selanjutnya, tanggal 22 Maret Jumran pergi ke Banjarbaru untuk melancarkan aksinya yaitu menghilangkan nyawa Juwita, namun sebelum menghabisi terdakwa mengajak korban jalan-jalan dan berhubungan badan didalam mobil terlebih dulu.
Setelah hubungan seksual, terdakwa meminta kepada korban untuk mengakui bahwa di saat check in hotel itu keduanya tidak melakukan apa-apa, tapi korban hanya diam saja.
Karena tidak ingin mengaku, dan terdakwa teringat ancaman dari kaka korban, akhirnya perasaan amarah menyelimuti hingga melakukan pitingan serta mencekik leher untuk menghabisi nyawa korban.
“Iya terjadi hubungan seksual didalam mobil di kawasan bendungan gubernur dengan durasi sekitar 10 menitan,” sebutnya.
Lebih lanjut, Hakim Ketua juga sempat menanyakan apakah terdakwa menyesal telah melakukan pembunuhan dan meminta maaf terhadap keluarga korban yang ditinggalkan.
Namun, sejak kematian Juwita hingga sampai ke meja persidangan ini terdakwa tidak pernah meminta maaf kepada keluarga korban.
“Menyesal yang mulia, belum meminta maaf,” tutupnya.