REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Dampak perubahan iklim membuat hasil panen biji kopi di tahun 2023 menjadi tidak maksimal seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu dikarenakan curah hujan pada tahun 2023 telalu tinggi menyebabkan bunga kopi yang akan menjadi bakal buah berjatuhan.
Seorang petani biji kopi di Jalan Sidodadi, Kota Banjarbaru, Dwi Putra Kurniawan mengatakan, meski di tahun 2023 produksi kopi tidak masimal, namun di awal tahun 2024 terjadi peningkatan, naik 20 persen hingga 25 persen.
“Tetapi di semester satu tahun 2024 dengan cuaca yang lebih kondusif, ada cuaca panas dan hujan yang seimbang insyaallah hasil kopi kita di Kalimantan Selatan (Kalsel) akan mekar kembali, bahkan kami memprediksi produksi akan lebih meningkat,” katanya. Rabu (31/7/24).
Menurutnya, hasil produksi kopi pada tahun 2023 berkurang antara 10 persen sampai 20 persen.
Dia menghitung, 1000 pohon mesti menghasilkan 1 ton, tetapi berkurang menjadi 800 kilogram.
“Itu 20 persenan berkurang dari kondisi normal, kalau normal harga kopi Rp50 ribu 1 kilogram ditingkat petani, tetapi kemarin diawal tahun itu sudah harga Rp70 ribu per kilogram,” jelasnya.
Meski demikian, Dwi mengaku sangat senang dan bahagia karena adanya peningkatan harga jual, sehingga dapat mensejahterakan bagi para petani kopi.
Pasalnya, tidak hanya di wilayah Kalsel, tapi di tingkat dunia pun harga kopi akan naik.
Demikian apabila pasar global meningkat, maka secara otomatis pasar nasional juga ikut meningkat.
“Jadi setiap ada kenaikan harga kopi itu menjadi harga dasar lagi, malah kopi ini ditahun 2024 di bulan Juni sudah di hargai Rp75 ribu per kilogram, jadi naik lagi dari sebelumnya Rp70 ribu,” ujarnya.
Sementara, pada akhir tahun 2024 nanti diperkirakan harga kopi yang termurah seperti beras kopi Robusta itu akan menyentuh angka Rp80 ribu per kilogram.
“Jika kita bandingkan dari tahun 2023 Rp50 ribu, malah di 2024 nanti kalau ditutup insyaallah harganya bisa menyentuh Rp80 ribu per kilogram,” ucapnya.
Lebih jauh Dwi menerangkan, mengapa harga kopi terus mengalami kenaikan, itu karena biasanya diluar negeri dengan otomatis akan menyentok kopinya, sehingga harga kontrak meningkat selama satu tahun.
Tak hanya itu, kopi itu sebenarnya 70 persen adalah kopi dari Indonesia tetapi pemasarannya lari ke pasar luar negeri, termasuk kopi dari Kalimantan Selatan.
“Jadi harga kopi dunia belum pernah turun drastis tapi yang stabil malah ada, kalau kita melihat dari kontrak-kontrak di semester 1 itu malah di harga Rp70 ribu dan Rp80 ribu sudah terjadi. Jadi kemungkinan di akhir tahun pun harga kopi terendah Rp80 ribu,” tuturnya.
Konsumen yang membeli kopinya lebih jauh, berasal dari usaha-usaha seperti Cafe, Kedai, dan tamu-tamu hotel yang tinggal di luar daerah Kalsel.
“Kita baru kemarin mengirim di bulan Juli ke Yaman, jadi pengiriman melalui Jakarta nanti di transit ke Yaman,” pungkasnya.