REDAKSI8.COM, SAMARINDA. Polemik penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah terus bergulir. Pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim terkait pelarangan aktivitas tersebut justru memunculkan sorotan baru, kali ini mengarah pada tata kelola koperasi di lingkungan sekolah.
Sekretaris JAGA Rakyat Kaltim, Sapta Guspiani, menilai bahwa akar persoalan tak semata soal transaksi seragam, namun lebih dalam menyangkut integritas dan profesionalisme dalam pengelolaan koperasi sekolah. Ia menyebut kasus di SMA Negeri 10 Samarinda sebagai salah satu contoh yang perlu ditindaklanjuti serius.
“Yang kami lihat di lapangan, bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga potensi konflik kepentingan. Ketua koperasi ternyata juga menjabat sebagai Plt Kepala Sekolah,” ucapnya.
JAGA Rakyat Kaltim juga menemukan bahwa struktur pengurus koperasi diduga melibatkan relasi keluarga. Misalnya, ada pasangan suami-istri yang menjabat sebagai pengawas dan bendahara dalam waktu yang sama. Kondisi ini dinilai rawan penyalahgunaan wewenang.
“Jika tak segera ditata, koperasi bisa berubah menjadi instrumen kekuasaan alih-alih wadah kesejahteraan warga sekolah,” tegasnya.
Sapta menyebutkan, laporan internal dari Inspektorat juga menggarisbawahi potensi benturan kepentingan tersebut. Salah satu rekomendasinya adalah melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjabat sebagai pengurus koperasi sekolah. Namun, rekomendasi itu hingga kini belum terlihat tindak lanjutnya.
“Kinerja koperasi pun sangat kami pertanyakan. Permintaan laporan pertanggungjawaban secara tertulis tidak ditanggapi. Bahkan saat dipanggil rapat klarifikasi, Ketua Koperasi tidak hadir tanpa alasan yang jelas,” ungkapnya.
Ia juga menanggapi pernyataan Ketua Koperasi yang sebelumnya dimuat di media Kalpost, yang menyebut dirinya tidak pernah diajak berdiskusi. Menurut Sapta, peringatan dan komunikasi sudah dilakukan baik secara informal maupun formal.
“Kami memiliki bukti komunikasi lewat WhatsApp yang menunjukkan Kepala Sekolah telah menegur langsung Ketua Koperasi. Tapi semua itu diabaikan. Jadi jika dikatakan tidak pernah ada diskusi, itu tidak sesuai fakta,” jelasnya.
Masalah lain yang disoroti JAGA Rakyat Kaltim adalah keanggotaan koperasi yang dinilai melanggar prinsip dasar koperasi. Sapta menyebut, terdapat sejumlah mantan guru dan staf yang masih tercatat sebagai anggota, meski sudah pensiun atau berpindah tempat kerja.
“Keanggotaan koperasi seharusnya bersifat aktif dan sukarela. Kalau sudah tidak berada di lingkungan kerja, mestinya hak dan kewajibannya juga berakhir,” tegas Sapta.
Dengan temuan-temuan tersebut, JAGA Rakyat Kaltim meminta agar Disdikbud Kaltim bersama lembaga pengawas lainnya segera melakukan penataan ulang koperasi sekolah. Larangan penjualan seragam saja dinilai belum cukup menyentuh akar masalah.
“Kalau tidak segera dibenahi, koperasi sekolah bisa menjadi celah baru terjadinya penyimpangan dalam dunia pendidikan,” pungkasnya.
