REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia menjadi sorotan Anggota DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu.
Dia merespon adanya pasal-pasal yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Salah satunya, pada Pasal 50B ayat 2 huruf c terkait larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Sebagai Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu menyuarakan penolakannya terhadap revisi yang dianggap membelenggu kebebasan pers.
“Tanpa investigasi, jurnalisme menjadi tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, investigasi bukan hanya penting, tetapi harus menjadi syarat mutlak dalam peliputan berita,” ungkap Demmu sapaanya.
Demmu menekankan, pentingnya investigasi sebagai tameng dari berita hoaks yang berpotensi melanggar UU ITE dan kode etik jurnalistik.
“Jurnalisme harus lepas dari belenggu. Harus ada kebebasan penuh untuk mencari fakta yang akurat,” terangnya.
Ia mengaitkan situasi ini dengan kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang sempat menimbulkan polemik terkait dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Kasus tersebut adalah bukti pentingnya investigasi. Tanpa itu, wartawan bisa terjebak dalam situasi serupa, yang bisa berujung pada kerusakan reputasi mereka,” tegas Demmu.
Ketua fraksi PAN ini pun menyerukan penolakan terhadap revisi UU tersebut oleh masyarakat Indonesia.
“Investigasi membuka jendela transparansi dan memastikan berita yang disajikan adalah fakta. Jika ada investigasi terhadap saya dan saya menolak, kalian memiliki bukti untuk menunjukkan kebenarannya,” pungkasnya.