REDAKSI8.COM, BANJARBARU – “Sudah betul ini KPU melaksanakan. Salah kalau KPU tidak membatalkan (paslon 01), salah malah. Kalau cukup bukti petahana menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan dia, bagi saya KPU dan Bawaslu malah salah,” terang Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis dalam Kanal Youtube Podcast Akbar Faizal yang ditayangkan pada Minggu (15/12/2024) petang.

Dalam podcast tersebut, Margarito Kamis memberikan pandangan terhadap jalannya proses Pilkada di Kota Banjarbaru yang sudah dilaksanakan dengan benar.
Menurutnya, pembatalan paslon 01 Aditya Mufti Ariffin – Said Abdullah sebagai kontestan pemilu sudah benar.
Lantaran yang bersangkutan telah melanggar administrasi pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu.
Sebab baginya, jika penyelenggara pemilu tidak membatalkan paslon yang menggunakan dana APBD negara untuk kepentingan promosi politik, hal itu justru salah.
Sebagaimana undang-undang dalam pasal 71 ayat 3 dan 4 memaktub, paslon kontestan pilkada tidak boleh mengambil keuntungan secara politik dengan menggunakan fasilitas negara dan APBD yang bersumber dari rakyat.
“Pilihannya hanya satu, Bawaslu dan KPU mesti memenuhi perintah undang-undang,” tegasnya.
Ia menjelaskan pemilu itu ada karena ada kehendak untuk memastikan pemerintah tidak ngawur dan ngaco, apalagi menggunakan sumberdaya rakyat untuk kepentingan dia sendiri.
“Pasal ini spesial tidak boleh disepelekan,” cetusnya.
“Betul ekspektasi kita untuk menciptakan pemerintah yang adil, dengan cara jangan anda macam-macam menggunakan sumberdaya politik dan segala macam untuk kepentingan anda, ini tidak akan berarti kalau tidak ada pasal ini,” sambungnya.

Dia berpendapat, aturan itu sangat penting dan urgen, mesti ditaati dan dilaksanakan kepada siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran untuk kepentingan politiknya.
Selain soal pembatalan, Margarito pun menyoroti soal cetak ulang surat suara baru yang sudah diatur.
Namun pada kenyataannya pembatalan paslon terkait kurang dari 30 hari sebelum pencoblosan.
Dirinya menyayangkan tidak ada regulasi yang mengatur itu, dan KPU tentu tidak memiliki anggaran untuk melakukan cetak ulang surat suara.
“Sejauh ini yang saya mengerti tidak ada rule yang mengatur hal ini (cetak suara ulang<-red),” tuturnya.
Margarito berpandangan, jika dikhalayak publik banyak yang mengatakan regulasi pilkada di Banjarbaru merupakan sebuah upaya penjegalan Paslon Aditya-Said Abdullah maju sebagai kontestan pemilukada di Banjarbaru biarkan saja.
“Yang terpenting bisa dibuktikan, ini sudah by rules by regulation( dengan aturan dan dengan regulasi<-red), kalau tidak by rules by regulation tuduh-tuduh saja, kalau sudah sesuai undang-undang sudah sesusia aturan biarkan saja,” pendapatnya.
Karena lebih jauh, dalam sebuah arena pertarungan Pilkada selalu ada propaganda sana-sini. Polemik salah menyalahkan dan penebaran isu sudah biasa terjadi.
“Ini serang sana, biasa dengan kata-kata yang tidak senang biasa sajalah, yang terpenting bagi saya objektif, rulesnya ada by regulation sudah lah,” ajaknya.

“Jadi bapak itu (Aditya Mufti Ariffin<-red) yang kalah udah mendingan siapkan argumentasi untuk argumentasi hukum untuk data untuk pukul jangan au au au, kalau saya begitu,” sarannya.
Dalam kasus ini, ia kembali menekankan KPU dan Bawaslu sudah menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun anggaran mereka dari APBD dibawah kepemimpian sang petahana, namun penyelenggara tetap tegak pada aturan dan undang-undang yang berlaku.
“Mau suka atau tidak pembatalan ini sah, dengan segala hormat kepada bapak yang dibatalkan bahwa pembatalan ini sah,” tegasnya.
Pikir Margarito, hukum di Pilkada menyediakan cara prosedur untuk orang yang tidak setuju dengan keputusan-keputusan penyelenggara.
Diberikan hak untuk mengoreksi ke PTUN atau ke Mahkamah Agung digunakan atau tidak, kalau tidak digunakan maka secara hukum yang bersangkutan mesti menerima keputusan itu.
“Mengikatkan tunduk kepada keputusan dan mengikatkan diri kepada semua konsekuensi hukum yang timbul dari keputusan itu, jadi selesai. Anda kehilangan kepentingan kehilangan hak dan secara konsekuansi anda kehilangan legal standing pergi ke Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.