REDAKSI8.COM, TANAH BUMBU – Kain tenun Pagatan, warisan budaya khas Kalimantan Selatan yang sarat filosofi dan estetika, perlahan bangkit dari keterpurukan.

Meski tak sepopuler sasirangan, keindahan kain tersebut mulai kembali dikenal berkat program “Inkubator Usaha Tenun Pagatan” yang digagas oleh tim dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Program yang diluncurkan sejak Mei 2025 itu menyasar komunitas perempuan di wilayah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu.

Tujuannya untuk memberdayakan sekaligus melestarikan warisan budaya lokal melalui pengembangan ekonomi kreatif berbasis tenun tradisional.
“Kami ingin menumbuhkan kembali semangat menenun, terutama di kalangan generasi muda dan ibu-ibu di Pagatan. Tenun ini bukan hanya soal produk, tapi juga identitas,” ujar ketua tim pengabdian masyarakat FISIP ULM, Anjani.
Tenun Pagatan dikenal memiliki corak yang khas dan proses pembuatan yang rumit.
Ditenun dengan teknik tradisional dan menggunakan pewarna alami, satu helai kain bisa memakan waktu hingga sebulan.
Sayangnya, minimnya regenerasi dan kurangnya promosi membuat seni ini perlahan ditinggalkan.
Bahkan di Kalimantan Selatan sendiri, banyak warga yang lebih mengenal kain sasirangan sebagai ikon daerah, sementara tenun Pagatan masih asing di telinga.
Padahal, nilai budaya dan potensi ekonominya sangat besar.
Program inkubator mendapat dukungan penuh dari hibah Nasional BIMA, yang berasal dari APBN melalui Kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Fokus utama kegiatan bukan hanya pelatihan teknis menenun, tapi juga strategi bisnis, pemasaran digital, hingga pembuatan narasi produk.
“Penenun juga kami ajarkan membuat cerita di balik setiap kain. Tujuannya agar pembeli tidak hanya melihat nilai ekonomis, tapi juga memahami kekayaan sejarah dan budaya yang terkandung,” jelas Anjani.
Bersama dua dosen lainnya, M. Najeri Al Syahrin dan Sri Hidayah, serta satu anggota dari luar fakultas, Akhsanul Rakhmatullah, mereka merancang pelatihan yang menyeluruh—dari produksi hingga branding.
Salah satu langkah signifikan dari program tersebut ialah pelatihan pemasaran digital.
Para peserta dibekali keterampilan memanfaatkan media sosial dan platform e-commerce untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Hasilnya mulai terlihat. Produk tenun Pagatan kini tidak hanya hadir dalam bentuk kain, tetapi juga dikembangkan menjadi berbagai barang fungsional seperti dompet, tas, hingga syal.
Inovasi itu menjadi magnet baru bagi pasar, khususnya generasi muda.
Dengan menggabungkan pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi, program itu memberi harapan baru bagi eksistensi tenun Pagatan.
Lewat sentuhan digital dan kolaborasi antarperempuan, kain warisan ini kini mulai dilirik kembali.
“Melalui promosi digital yang efektif dan interaktif, kami berharap tenun Pagatan bisa kembali mendapat tempat di hati masyarakat, sekaligus menopang ekonomi lokal,” tandasnya.