REDAKSI8.COM, KALTIM – Kobaran Api di depan Gedung DPRD Kaltim jadi pemandangan mencekam saat Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) berdemostrasi di depannya, Kamis (20/03/2025) sore.

Bertajuk “Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Menggugat Indonesia Gelap, Tolak UU TNI”, mahasiswa mengungkap kekecewaan mereka terhadap pengesahan Undang-undang TNI.

“Pengesahan ini dilakukan sangat teburu-buru dan tergesa-gesa dengan tidak memperhatikan kepentingan rakyat di dalamnya karena dalam poses rancangan maupun revisi Undang-undang TNI banyak sekali penolakan-penolakan yang disuarakan oleh rakyat Indonesia. Tapi tanpa memperhatikan kepentingan rakyat, kemarin Undang-undang tersebut tetap disahkan,” jelas Jamil Nur, Presiden BEM Fisip Unmul saat diwawancarai.
Pukul mundur TNI ke Barak! menjadi seruan utama massa aksi.
Aliansi mahakam menyebut Undang-undang TNI yang baru disahkan ini mengancam supremasi sipil dan demokrasi karena memberikan ruang lebih besar bagi keterlibatan TNI dalam ranah sipil.
Mereka menegaskan, revisi undang-undang ini cacat dari segi proses.
Setidaknya ada 3 (tiga) tuntutan utama yang mereka soroti.
Tiga hal ini dinilai berpotensi merusak nilai-nilai demokrasi serta mengabaikan hak-hak sipil yang selama ini dengan susah payah.
Tolak undang-udang TNI yang memberi ruang bagi militerisasi sipil. Undang-undang TNI berpotensi merusak prinsip supremasi sipil dan menghidupkan kembali dwifungsi abri dalam bentuk baru.
Aliansi Mahakam menolak segala upaya yang memungkinkan personel aktif TNI yang menduduki jabatan sipil di luar kementerian pertahanan.
“Kondisi ini justru melahirkan kembali situasi seperti Orde Baru. Bukannya menjadi lebih demokratis, malah terlihat seperti “orde paling baru” saat ini. Hal ini merupakan pelecehan terhadap cita-cita reformasi,” ujar Rahmat Faturrahman, Humas Aliansi Mahakam.
Mereka juga menuntut disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset untuk memberantas korupsi. RUU Perampasan aset adalah instrumen penting dalam pemberantasan korupsi dan pencucian uang.
Ketidakjelasan dalam pengesahan ini menunjukkan lemahnya komitmen negara dalam memberantas kejahatan luar biasa yang merugikan rakyat.
Terakhir, mereka menuntut ditariknya personel TNI Aktif dari ranah sipil karen bertentangan dengan semangat reformasi 1998 dan berpotensi merusak demokrasi.
Aksi ini merupakan bentu kepedulian rakyat terhadap demokrasi Indonesia yan kian memburuk.
“Kalau pun TNI ingin berkarya di ranah sipil, seharusnya mereka sudah pensiun terlebih dahulu. Namun, ketika mereka masih aktif, mereka tidak boleh berada di ranah sipil karena bertentangan dengan aturan yang ada,” tanda Rahmat.