Namun, menurut Hadri, nyatanya dalam surat pemutusan kontrak pun tidak ada disebutkan alasan dilakukannya PHK itu, bahkan tidak ada dasar hukum yang dicantumkan dalam surat bernomor: 800/85/ Setda – Blg/2021 yang dibuat di Paringin tanggal 29 Juli 2021 itu.
Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa PHK tidak dapat dilakukan secara sepihak.
Hal itu diatur pada Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 151.
Pengusaha, pekerja atau buruh, serikat pekerja atau serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Hadri, mengaku sadar, jika putusnya kontrak kerja itu disandarkan dengan alasan kondisi anggaran daerah yang mengalami defisit.
“Jadi, sesuai ketentuan, kami hanya menuntut hak pesangon, penghargaan atas kinerja sekaligus ganti rugi selama 6 bulan kontrak yang tersisa,” ujarnya.
Anggota Komisi I, DPRD Balangan Tidak Menyangka Tenaga Kontrak Tidak Mendapat Pesangon