REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Isu tambang ilegal kembali mengguncang Kalimantan Timur, kali ini dengan skala yang menyentuh salah satu kawasan paling vital dalam dunia pendidikan dan konservasi: Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (KHDTK Unmul).
Perambahan kawasan hutan yang semestinya menjadi laboratorium alam bagi mahasiswa dan pusat konservasi lingkungan itu tak hanya mengundang keprihatinan, tapi juga membuka kembali luka lama mengenai lemahnya sistem pengawasan pertambangan di Indonesia.
Kekayaan alam Kalimantan Timur, yang selama ini dijuluki sebagai Benua Etam, tak jarang menjadi berkah sekaligus kutukan.
Di satu sisi, sumber daya alamnya menyumbang pundi-pundi devisa dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun di sisi lain, eksploitasi yang tak terkendali, terutama oleh penambang ilegal, menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, merusak tatanan sosial, dan menggerus nilai-nilai konservasi yang dijunjung tinggi.
Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Sarkowi V Zuhry, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, yang menyoroti langsung akar persoalan sistem pengawasan tambang yang dianggap masih menyisakan celah kelemahan struktural.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, kewenangan pengawasan tambang saat ini berada sepenuhnya di tangan pemerintah pusat melalui inspektur tambang,” ujar Sarkowi kepada awak media saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim.
Menurut Sarkowi, secara regulatif, mekanisme pengawasan tambang sudah diatur dengan cukup tegas.
Namun idealisme hukum sering kali tak sejalan dengan realitas di lapangan.
Salah satu titik lemahnya adalah jumlah inspektur tambang yang sangat terbatas dan tidak sebanding dengan luasnya wilayah pertambangan yang harus diawasi, terutama di provinsi sekompleks Kalimantan Timur.
“Jumlah inspektur yang terbatas, ditambah dengan dukungan anggaran serta fasilitas yang minim, membuat pengawasan tak bisa berjalan maksimal,” jelasnya.
Padahal, Kalimantan Timur memiliki wilayah seluas lebih dari 129 ribu kilometer persegi, dengan ratusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di berbagai kabupaten/kota.
Belum lagi ancaman tambang ilegal yang kerap muncul di kawasan hutan lindung, hutan produksi, bahkan di area yang secara hukum dilarang untuk kegiatan eksploitasi.
Meski kewenangan pengawasan telah ditarik ke pusat, Sarkowi menegaskan bahwa bukan berarti pemerintah daerah dan DPRD harus bersikap pasif.
Ia menyerukan agar pemerintah daerah tetap aktif melakukan pemantauan, investigasi awal, dan pelaporan ke kementerian terkait.
“Kita tidak bisa hanya menonton dari jauh. Pemerintah daerah dan DPRD punya tanggung jawab moral dan politik untuk tetap memantau dan berkoordinasi. Jika ada pelanggaran, segera dilaporkan ke pusat,” tegas politisi asal Partai Golkar ini.
Menurutnya, prinsip pengawasan tidak boleh semata-mata dikunci oleh aspek legal formal saja, tetapi juga didasari semangat gotong royong antara pusat dan daerah untuk menjaga lingkungan dan keadilan sosial.
Sarkowi mendorong agar pemerintah pusat membuka ruang kerja sama yang lebih konkret dengan pemerintah daerah.
Sinergi antara inspektur tambang, aparat daerah, dan lembaga legislatif di daerah diyakini akan memperkuat barisan pengawasan dan menutup celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh pelaku tambang ilegal.
“Jika pusat dan daerah bisa duduk bersama, menyusun peta risiko, berbagi peran, dan memperkuat sistem pelaporan, maka pengawasan tidak lagi hanya bersifat administratif, tetapi benar-benar hadir di lapangan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, sinergi ini harus didukung dengan penguatan teknologi pemantauan, transparansi data pertambangan, serta pelibatan masyarakat sipil sebagai pengawas partisipatif di wilayah mereka masing-masing.
Kasus perambahan KHDTK Unmul menjadi simbol krisis yang lebih besar: ketika lingkungan dan pendidikan dikorbankan demi keuntungan jangka pendek.
Untuk itu, menurut Sarkowi, sudah saatnya negara hadir lebih serius dalam melindungi kawasan strategis, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan generasi mendatang.
“Kita tidak hanya kehilangan hutan, tapi juga mencederai masa depan pendidikan, riset, dan nilai konservasi yang kita wariskan kepada anak cucu kita,” ucapnya menutup pernyataan dengan nada prihatin namun penuh tekad.
Dengan dorongan kuat dari parlemen daerah seperti disampaikan Sarkowi, publik kini menanti langkah konkret dari pemerintah pusat—apakah benar-benar akan memperkuat sistem pengawasan tambang atau terus membiarkan celah-celah hukum dimanfaatkan oleh segelintir pihak yang merusak lingkungan demi keuntungan sepihak.

