REDAKSI8.COM – Pada sidang lanjutan Kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Banjarbaru tahun anggaran (TA) 2018 di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Selasa (7/2), sejumlah saksi yang dihadirkan menerangkan, dalam penyaluran dana hibah ke KONI Kota Banjarbaru saat itu tidak memiliki tim monitoring dan evaluasi, sehingga tidak ada yang melakukan pengecekan penggunaan anggaran dana hibah.

Kepala Seksi Intelejen Kejari Banjarbaru Essadendra Aneksa menerangkan, diantara saksi yang dihadirkan antara lain J selaku Kepala BPKAD, RH ASN di BPKAD, MAA ASN di BPKAD, GG pihak Pemko Banjarbaru, HR Kadispora Banjarbaru dan RM ASN Pemko Banjarbaru mengakui, selama penyaluran dana hibah ke KONI tidak memiliki tim monitoring dan evaluasi.
Sehingga katanya, tidak ada tim yang mampu melakukan pengecekan penggunaan anggaran dan dana hibah kala itu.
“Disatu sisi pihak KONI Kota Banjarbaru selaku pihak penerima dana hibah tidak pernah melakukan pengawasan terhadap penggunaan Anggaran dana hibah,” kata kasi Intel secara tertulis kepada Redaksi8.com, Rabu (8/2).
“Hal tersebut merupakan tanggungjawab pengurus KONI Kota Banjarbaru selaku pihak penandatangan NPHD,” sambungnya.
Kemudian, saksi lainnya HT selaku Ketua Cabor Basket, T sebagai Ketua Harian Asosiasi PSSI Kota Banjarbaru, JW yang menjadi Wakil ketua bidang perencanaan program dan anggaran KONI benrdahara Cabor Anggar, bendahara Cabor Binaraga, Wakil bendahara cabor menembak, Humas Cabor Senam, dan Wakil sekretaris cabor dayung, BF dan K dari Cabor Kempo membeberkan, pada pertengahan bulan Oktober tahun 2018 pernah melaksanakan kegiatan Outbond ke Bogor.
Masing-masing cabor Kata Essa, diminta untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Lalu dari Pengurus KONI Kota Banjarbaru meminta kepada masing-masing cabor menyerahkan uang senilai Rp3 Juta, yang diambil dari Dana Hibah yang diterima masing-masing cabor guna membiayai operasional kegiatan outbond,
Dimana dari keterangan saksi, kegiatan outbond diluar dari anggaran yang diusulkan sebelumnya.
“Para saksi juga menerangkan bahwa dari pihak pengurus KONI yaitu Ketua dan Bendahara tidak pernah mengawasi pengunaan anggaran pada tiap cabor,” jelas Essa.
Setelah itu, S selaku pemilik Katering atau Jasa Boga menjelaskan, saat melakukan pembelian pihak KONI meminta nota kosong.
Dimana Barang dan makanan yang dibeli tidak sesuai dengan daftar barang atau jenis makanan yang tertera pada 2 nota yang ditunjukkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Jumlah barang dan makanan yang dibeli oleh pihak KONI berjumlah 35 kotak.
Sedangkan pada nota yang ditunjukkan oleh JPU tertera lebih dari 35 kotak, dengan rincian jumlah pembelian senilai RP27 Juta, terdiri dari snack sebayak 1350 kotak dan makanan sebanyak 1350 bungkus.
Lalu, Rp21 Juta untuk membeli snack sebanyak 840 kotak dan makanan sebanyak 840 bungkus.
“Tidak menerima uang pembayaran sebanyak yang tercantum pada 2 nota yang ditunjukkan oleh JPU,” akui S.
Setelah itu saksi MU, yang juga merupakan pemilik Katering atau Jasa Boga menambahkan, nominal haga pada nota yang ditunjukkan JPU tidak sesuai dengan harga asli di toko miliknya.
Menurutnya ada beberapa jenis barang yang sebenarnya tidak dijual di toko tersebut tetapi tertera pada nota.
Diakhiri oleh saksi GM, Pemilik Toko perlengkapan Olahraga, ujarnya, pihak KONI tidak pernah melakukan pembelian barang di tokonya.
“Saya tidak pernah menjual barang kepada pihak KONI seniali Rp21 Juta sesuai nota yang ditunjukkan JPU,” kata GM.
Dari sekelumit kesaksian yang dipaparkan oleh 14 orang saksi yang dihadirkan, terdakwa Agustina Tri Wardhani menolak sebagian keterangan tersebut.
Sidang dihadiri langsung oleh tim JPU Sahida Noor, Faizal Aditya Wicaksana dan Mieke Irene Hutabarat.
Diikuti tim penasihat hukum masing-masing terdakwa, serta para terdakwa yang hadir secara daring menggunakan sarana video teleconference.