REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Tuntutan untuk meraih gelar pascasarjana tanpa dibatasi oleh usia kembali mencuat di Kalimantan Timur, seiring dengan kritik yang disampaikan oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, terkait aturan pembatasan usia dalam program beasiswa pendidikan gratis untuk S2 dan S3.

Program yang dikenal dengan nama Gatispol (Gratis, Tuntas, Pola Linier) ini diluncurkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji sebagai salah satu program unggulan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut.
Namun, dalam pelaksanaan tahun pertama program ini, muncul sejumlah kritik terkait pembatasan usia yang dianggap tidak mengakomodasi kebutuhan masyarakat luas.
Darlis, yang juga merupakan politisi dari Partai Demokrat, secara terbuka menyatakan pandangannya mengenai pentingnya peninjauan kembali kebijakan tersebut, agar lebih inklusif bagi masyarakat yang berminat melanjutkan pendidikan tinggi.
“Tentu kita bisa memahami bahwa tahun pertama program ini mungkin masih dalam tahap uji coba. Namun, ke depan, saya merasa batasan usia yang diterapkan untuk penerima beasiswa S2 dan S3 perlu dikoreksi. Banyak masyarakat yang baru mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi pascasarjana setelah melewati usia muda, dan mereka seharusnya tetap memiliki kesempatan untuk memanfaatkan program ini,” ujar Darlis.
Darlis mengungkapkan bahwa pembatasan usia tersebut bisa menyebabkan banyak potensi yang terpinggirkan. Banyak individu yang baru memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di usia yang lebih matang karena berbagai alasan, seperti pengembangan karier atau perubahan dalam kehidupan pribadi.
Dengan adanya batasan usia yang ketat, mereka yang memiliki potensi untuk berkontribusi di dunia akademik maupun profesional, namun berada di luar rentang usia yang ditentukan, menjadi tidak bisa memanfaatkan kesempatan tersebut.
“Tahun pertama memang bisa dimaklumi sebagai masa transisi. Tetapi di tahun kedua, saya sangat berharap agar ada pelonggaran dalam aturan ini. Pemerintah harus membuka peluang lebih besar bagi masyarakat yang memenuhi syarat akademik untuk melanjutkan studi, tanpa terhalang oleh batasan usia,” tegas Darlis.
Selain itu, Darlis juga menyinggung tantangan yang dihadapi oleh Gubernur Rudy Mas’ud dalam menjalankan program-program baru ini. Di satu sisi, Gubernur harus tetap melanjutkan program-program yang sudah direncanakan dan dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah disetujui sebelumnya.
Namun di sisi lain, ia mesti merealisasikan janji-janji politik yang telah disampaikan kepada masyarakat, yang sering kali membutuhkan penyesuaian dengan kondisi dan kebutuhan yang berkembang.
Menurut Darlis, ini merupakan situasi yang penuh tantangan, di mana harus ada keseimbangan antara menjalankan program-program yang sudah direncanakan dan memastikan kebijakan tersebut tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Tanpa adanya keseimbangan ini, menurutnya, yang akan dirugikan adalah masyarakat itu sendiri.
“Ini memang bukan hal yang mudah untuk dijalankan. Namun, tanggung jawab moral dan politik sangat penting untuk dijaga. Jika tidak ada keseimbangan antara kebijakan yang dijanjikan dan kenyataan di lapangan, yang akan dirugikan tetaplah masyarakat, yang justru berharap mendapatkan manfaat dari kebijakan ini,” lanjutnya.
Meski demikian, Darlis menyadari salah satu kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini adalah keterbatasan anggaran.
Ia mengakui bahwa pengelolaan anggaran yang bijaksana dan realistis sangat diperlukan agar program-program seperti Gatispol bisa berjalan dengan lancar.
Namun, ia menegaskan, investasi dalam sektor pendidikan adalah investasi jangka panjang yang jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan penghematan anggaran dalam jangka pendek.
“Saya yakin bahwa jika fokus pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka dampaknya akan lebih besar dalam jangka panjang. Kita tidak bisa hanya berpikir tentang penghematan biaya dalam waktu dekat, karena pendidikan adalah kunci utama untuk kemajuan daerah dan masyarakat,” ungkapnya.
Darlis berharap bahwa di tahun kedua masa jabatan Gubernur Rudy Mas’ud, kebijakan terkait beasiswa dan program pendidikan lainnya dapat lebih terukur dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Ia berharap, program beasiswa itu termasuk Gatispol, dapat diperluas tanpa adanya batasan usia yang terlalu kaku, sehingga lebih banyak masyarakat Kaltim yang mendapatkan manfaat dari program ini.
“Mudah-mudahan, di tahun kedua pemerintahan ini, kita bisa melihat kebijakan yang lebih fleksibel dan responsif, terutama dalam hal akses beasiswa. Tanpa adanya batasan usia yang ketat, lebih banyak masyarakat yang berpotensi dapat melanjutkan pendidikan mereka dan berkontribusi untuk kemajuan daerah kita,” pungkas Darlis.
Dengan harapan yang besar terhadap kebijakan pendidikan, Darlis menegaskan pentingnya pemerataan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sebagai landasan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas di Kalimantan Timur.