REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Di Jalan Gurami, Kelurahan Sungai Dama, berdiri sunyi sebuah bangunan yang dulu menyimpan banyak harapan.

Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda, yang pernah menjadi pusat layanan kesehatan umat, kini tak ubahnya bangunan kosong yang ditinggalkan zaman.

Namun, angin perubahan mulai terasa. Harapan baru mulai tumbuh.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Fuad Fakhruddin, mengungkapkan bahwa Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menunjukkan keseriusannya untuk menghidupkan kembali RSI.
Konflik panjang antara Pemerintah Provinsi dan Yayasan Rumah Sakit Islam (Yasri) tampaknya mulai menemukan titik terang.
“Beliau sangat antusias,” kata Fuad. “Bahkan sedang memastikan bagaimana secara hukum RSI ini bisa hidup kembali. Sekarang sudah masuk tahap pembicaraan intens dengan yayasan.”
Bagi warga Samarinda, RSI bukan hanya fasilitas medis. Ia menyimpan memori lahirnya anak-anak, sembuhnya penyakit, hingga perpisahan terakhir anggota keluarga tercinta.
Selama bertahun-tahun, RSI melayani dengan pendekatan keumatan dan kemanusiaan, hingga akhirnya vakum akibat konflik pengelolaan.
Masalah bermula dari SK Gubernur 25 Juli 2016 yang memindahkan pengelolaan RSI ke bawah naungan RSUD AWS. Pemprov menyebut lahan dan bangunan RSI sebagai aset daerah yang dipinjamkan kepada yayasan.
Ketegangan memuncak ketika MoU antara Pemprov dan Yasri ditindaklanjuti dengan penggantian nama menjadi RSUD Islam Kelas C AW Sjahranie, langkah yang ditolak oleh Yasri karena tidak adanya Surat Perjanjian Kerja Bersama (SPKB).
Namun kini, delapan tahun kemudian, impas itu mulai mengendur. Pemerintah dan Yasri disebut telah membuka ruang dialog lebih konstruktif.
Yang cukup mengejutkan, menurut Fuad, Gubernur Rudy Mas’ud bahkan menyatakan kesiapan menggunakan dana pribadi jika proses reaktivasi RSI menghadapi kendala anggaran dari pemerintah.
“Saya kira beliau mampu. Apalagi ini rumah sakit swasta,” ujarnya. “DPRD pun mendukung penuh. RSI dulu sangat favorit. Masa cuma RS Dirgahayu yang bisa besar? Rumah Sakit Islam juga harus bisa.”
Pernyataan ini memperlihatkan bahwa pembangunan layanan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab struktural, tetapi juga menjadi komitmen moral dan personal dari pemimpin daerah.
RSI: Ikon yang Layak Dibangkitkan
Fuad menegaskan bahwa jika RSI kembali aktif, maka itu bukan hanya menjadi penanda kebangkitan fasilitas kesehatan, tetapi juga pengakuan terhadap sejarah dan kontribusi RSI bagi masyarakat Samarinda.
Ia meyakini RSI masih punya tempat penting di tengah geliat pembangunan Kalimantan Timur, terutama dalam menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berakar pada nilai-nilai keislaman dan kebersamaan sosial.
“Gubernur ingin RSI bangkit kembali, menjadi ikon seperti dulu,” kata Fuad penuh harap.
Warga Samarinda kini menanti. Di balik dinding-dinding tua RSI yang mulai dilupakan, tersimpan sejarah dan harapan yang bisa saja hidup kembali.
Jika rencana ini benar terwujud, RSI tidak hanya akan berdiri sebagai rumah sakit aktif, tetapi juga simbol keberhasilan menyelesaikan konflik panjang dengan pendekatan dialog, hukum, dan empati.
Dalam geliat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan transformasi Kaltim, RSI bisa menjadi bukti bahwa pelayanan kesehatan berbasis keumatan dan sejarah lokal tidak tertinggal — justru diberdayakan kembali untuk menjawab tantangan masa depan.