REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Di balik tenangnya aliran Sungai Mahakam, terdapat keresahan mendalam yang kini membayangi warga di kawasan Loa Janan Ilir dan Samarinda Seberang.

Dua kecamatan yang selama ini dikenal damai tersebut, kini terusik oleh permasalahan besar yang menyentuh nadi kehidupan sosial mereka: pemindahan SMA Negeri 10 Samarinda.

Bagi banyak keluarga di wilayah tersebut, keberadaan SMA Negeri 10 bukan hanya sebatas fasilitas pendidikan, melainkan simbol harapan bagi masa depan anak-anak mereka.
Sekolah ini telah menjadi bagian dari komunitas, tumbuh bersama dengan impian generasi muda yang bercita-cita melangkah lebih tinggi melalui jalur pendidikan.
Namun, ketika sekolah tersebut dipindahkan dari lokasi asalnya di Jalan H.A.M.M. Rifaddin, warga merasa seperti kehilangan bagian penting dari identitas dan aspirasi kolektif mereka.
Menanggapi keresahan yang merebak, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, tampil sebagai salah satu suara yang memahami betul betapa dalam luka yang dirasakan masyarakat.
Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya soal administrasi atau perpindahan gedung semata.
“Ini adalah soal hak atas akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua warga negara, khususnya di daerah yang sudah sejak lama kekurangan fasilitas pendidikan negeri,” tegas Andi dengan penuh keyakinan.
Ia menggambarkan realitas yang dihadapi masyarakat di Loa Janan Ilir dan Samarinda Seberang, di mana jumlah sekolah negeri yang tersedia sangat terbatas dibandingkan dengan besarnya jumlah pelajar yang membutuhkan.
Dalam kondisi ini, keberadaan SMA Negeri 10 sangat krusial sebagai pilar yang menopang harapan keluarga-keluarga di sana.
Menurut Andi, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin setiap warganya mendapatkan pendidikan yang layak. Lebih jauh, ia juga menyoroti aspek hukum yang memperkuat posisi masyarakat, yakni keberadaan putusan Mahkamah Agung Nomor 27 K/TUN/2023 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Mengabaikan putusan tersebut sama saja dengan mengkhianati prinsip keadilan. Ini bukan hanya soal regulasi, ini soal penghargaan terhadap jerih payah warga dalam memperjuangkan hak-haknya,” ujar Andi dengan nada serius.
Sebagai anggota legislatif, Andi Satya Adi Saputra berkomitmen penuh untuk membawa persoalan ini ke dalam forum resmi DPRD Kalimantan Timur.
Ia memastikan bahwa suara masyarakat akan dibawa dalam setiap agenda pembahasan, serta mendorong pemerintah daerah untuk segera mencari solusi konkret yang tidak mengabaikan hak-hak dasar warga.
“Kami akan perjuangkan sampai tuntas. Masyarakat butuh kejelasan, mereka butuh jaminan bahwa pendidikan untuk anak-anak mereka tetap terjaga,” katanya dengan penuh tekad.
Sementara itu, di sisi masyarakat Loa Janan Ilir dan Samarinda Seberang, semangat untuk memperjuangkan hak pendidikan tidak pernah surut.
Mereka kini bergerak lebih solid, memperkuat komunitas, dan membangun jaringan advokasi demi memastikan bahwa suara mereka didengar oleh para pengambil kebijakan.
Bagi mereka, perjuangan ini bukan hanya soal mempertahankan gedung sekolah, tetapi tentang menjaga akses terhadap mimpi-mimpi anak-anak mereka.
Mimpi untuk tumbuh, belajar, dan suatu hari nanti memberi kontribusi nyata bagi daerah tempat mereka berasal.
Dengan adanya dukungan dari para wakil rakyat seperti Andi Satya Adi Saputra, masyarakat kini tidak lagi merasa berjuang sendirian.
Mereka terus berharap bahwa keadilan pendidikan yang mereka dambakan dapat segera terwujud, membawa angin perubahan bagi generasi muda di pinggiran Sungai Mahakam.