REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Perkebunan kelapa sawit merupakan industri pertanian dalam skala luas yang penting bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim).
Pada 2023, Kaltim sebagai penghasil sawit terbesar kelima di Indonesia dengan produksi 4,22 juta ton (8,98%). Adapun, pada 2024 alokasi dana bagi hasil sawit mencapai sebesar Rp 182,65 miliar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Perkebunan Kaltim Andi Sidik, yang mewakili Kepala Dinas Perkebunan Kaltim yakni Ence Ahmad Rafiddin Rizal.
“Perkebunan kelapa sawit ini penting secara ekonomi, tapi Kalimantan Timur secara konsisten bergerak menuju perkebunan berkelanjutan dengan menyelamatkan Area berNilai Konservasi Tinggi (ANKT),” katanya di kegiatan diskusi terpumpun Penyusunan Peta Jalan 2024 – 2030 Menuju Penetapan Kawasan NKT Definitif, pada Kamis (19/9/2024) pagi.
Pada konteks perkebunan, ANKT adalah lahan atau hamparan area yang berada di area peruntukan perkebunan dan memiliki nilai penting dan signifikan secara biologis, ekologis, sosial dan/atau kultural baik pada tingkat tapak, daerah, nasional, maupun global.
Andi mengatakan, menetapkan ANKT di seluruh wilayah Kaltim adalah jalan panjang yang belum berujung. Saat ini Kalimantan Timur sudah memiliki Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang Peta Indikatif ANKT di Kawasan Peruntukan tahun 2020 seluas 456.827 hektare. Dari angka tersebut, total luasan yang sudah ditetapkan melalui SK Bupati, sebesar 270.520, 61 Ha.
“Kemajuan yang cukup signifikan, yaitu 60 persen dari total luasan yang ditetapkan pemerintah provinsi melalui SK Gubernur,” ujar Andi.
Ia menaruh harapan 40 persen bisa segera tercapai. Maka keberadaan peta jalan ANKT Definitif diharapkan bisa menjadi panduan.
Pemprov Kaltim melalui Peraturan Gubernur 12/2021 tentang Kriteria ANKT mengamanatkan semua perusahaan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan memantau kawasan bernilai konservasi tinggi di dalam konsesi mereka.
Peraturan tersebut juga menugaskan bupati untuk melakukan hal serupa untuk ANKT di luar konsesi perusahaan.
Upaya-upaya itu juga harus dilaporkan kepada pemerintah secara teratur. Kendati demikian pada 2024, belum semua perusahaan melaporkan upaya mereka dalam melestarikan kawasan bernilai konservasi tinggi pun demikian yang terjadi di luar konsesi perusahaan.
Sementara itu, pembukaan lahan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit masih berlangsung di lapangan baik di dalam maupun di luar konsesi.
“Hal inilah yang ingin kami perbaiki melalui kesepakatan bersama dalam peta jalan di Kalimantan Timur,” ungkap Yohannes Ryan selaku Manajer Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Selain itu, bagi Yohanner, penetapan dan perlindungan ANKT juga akan membantu produk kelapa sawit di Kaltim. Supaya mampu bersaing di pasar nasional dan global.
Oleh karenanya, hal tersebut menjadi tuntutan dalam persyaratan standar keberlanjutan produk kelapa sawit baik seperti ISPO dan RSPO.
Yohannes menjelaskan, kepastian keberadaan ANKT akan membantu para pihak baik pemerintah, perusahaan, masyarakat dan mitra pembangunan dalam menentukan kawasan mana yang bisa dikembangkan.
Melalui strategi Perkebunan Sawit Berkelanjutan, YKAN bekerja sama dengan Forum Komunikasi Perkebunan Berkelanjutan Kalimantan Timur dalam mendukung penuh implementasi ANKT di daerah ini.
Keberadaan peta-peta indikatif ANKT menjadi acuan dan pertimbangan dalam proses pemberian perizinan, usaha perkebunan, referensi dalam kajian Lingkungan Hidup Strategis dan Penyusunan Tata Ruang Wilayah Daerah.
Peta indikatif yang ada ini perlu ditinjau saban lima tahun untuk tingkat provinsi dan 2 tahun sekali di tingkat kabupaten/kotamadya. Peninjauan ini penting untuk memutakhirkan kondisi fisik lapangan, perubahan penggunaan lahan, tutupan lahan, informasi perizinan dan masukan dari pemangku kepentingan.
Di lapangan, ia menyebut, masih banyak ditemui tantangan dalam penetapan peta indikatif ANKT.
“Terutama di luar konsesi akibat ketidakjelasan terkait peran dan tanggung jawab antara instansi,” pungkasnya.