REDAKSI8.COM – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Puspayoga mengumumkan akan memperluas dan memperkuat sinergi dalam menghapus praktik perkawinan anak.
Dikutip dari Kompas.com, menurut Menteri PPPA, United National Population Fund (UNFPA) telah memprediksi akan terjadi ledakan perkawinan anak di dunia dalam rentang waktu 2020 – 2030 akibat pandemi covid19.
Berdasarkan analisis UNFAPA, peningkatan praktik perkawinan anak terjadi lantaran meningkatnya angka kemiskinan sebagai dampak dari pandemi.
“Prediksi UNFPA mengatakan, akan terjadi 13 juta perkawinan anak dalam rentang waktu tersebut,” ujarnya dalam diskusi bertajuk pendidikan hukum untuk penanganan kasus perkawinan anak secara daring, Jumat (24/7).
Sementara itu Kepala Seksi Bimas Islam Kantor Urusan Agama (Kemenag) Kota Banjarbaru, Taufiqurrahman mengungkapkan, sejak bulan Januari hingga Bulan Juli Tahun 2020 di Kota Banjarbaru sendiri, belum terdata kasus perkawinan anak di bawah umur, lebih tepatnya di bawah 19 tahun.
Walaupun pada tahun sebelumnya, pihaknya berhasil merekapitulasi data sebanyak 9 pasangan di bawah umur terjadi pernikahan.
“Selama pihak pengadilan agama merekomendasikan terhadap pasangan pasangan dibawah umur tersebut ya tidak apa-apa,” terangnya kepada Redaksi8.com ketika ditemui di ruangannya, Senin (27/7).
Berdasarkan data yang dihimpun pewarta ini, ada sekitar 692 perkawinan usia normal selama 6 bulan di 5 Kantor Urusan Agama di Kota Banjarbaru, terhitung dari bulan Januari hingga Juni. Namun di tahun 2019 pada semester yang sama, dari Januari ke Juni tercatat ada sebanyak 1756 pasangan usia matang menikah.
“Memang tidak dipungkiri terjadi penurunan selama pandemi ini,” tutup Taufiq saapan akrabnya.
Selanjutnya Kepala Bidang Pencatatan Penduduk, Disdalduk, KB, PMP dan PA Kota Banjarbaru, Syaiful Anwar menerangkan, pemicu terjadinya perkawinan anak usia dini disebabkan oleh pergaulan yang bisa terbilang bebas. Dimana, saat ini pergaulan para anak lebih sering dihabiskan di depan android ketimbang bermain seperti anak pada zaman dulu.
“Kebanyakan anak sekarang diberi kebebasan oleh orang tuanya mengelola androidnya. Kita tidak tahu apa yang dia buka, apa yang ditontonnya. Apalagi yang bahaya itu kalau buka film-film porno, itu bisa jadi salah satu pemicu utama. Karena rasa ingin mencoba dan rasa ingin tahu,” jelasnya.
Padahal Ia menukas, dampak dari pernikahan dini pada pasangan tersebut berpengaruh dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial rumah tangganya.
“Yang ditakutkan itu misalnya janin si perempuannya yang belum matang, pendidikan yang belum begitu siap, ekonomi dan hubungan sosial antar anak muda ini kan seperti belum sepenuhnya mampu mengontrol emosi. Itu yang dikhawatirkan,” tukasnya.
“Aturan sekarang kan batasan minimal umur menikah itu paling muda di umur 19 tahun. Kita pun telah mengganti istilah pernikahan dini menjadi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP),” pungkasnya