Selama kita hidup di dunia yang fana ini, pastilah kita sering berjumpa dengan yang namanya tersinggung, kecewa dan merasa sakit hati.
Tak terkcuali Nabi besar kita Muhammad S.A.W yang konon diriwayatkan, Rasulullah setiap kali pulang dari masjid beliau diludahi oleh salah seorang kafir.
Namun, suatu hari Rasulullah tidak mendapati orang tersebut, ketika Rasulullah mengetahui orang tersebut itu teryata sakit, beliau bergegas untuk menjenguknya, dan karena sebab itulah orang tersebut memeluk agam Islam.
Artinya apa? Kesabaran menghasilkan “buah” yang manis. Begitupula yang dirasakan oleh seorang Perawat di Rumah Sakit Kejiwaan Sambang Lihum di Gambut, Muhammad Suryana Rahman (37).
Pekerjaan tersebut menurtnya, memerlukan mental dan kesabaran yang tinggi. Lantaran sambungnya selama bekerja disana, selalu bersinggungan dengan ocehan, ludahan bahkan pukulan dari pasien-pasien yang terkena gangguan jiwa
Ingin mengetahui lebih lanjut kisah suka duka perawat Sambang Lihum? Ikuti Penulis menurunkan ceritanya.
Awal mulanya, Surya sama sekali tidak pernah kepikiran untuk menjadi seorang perawat di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Setelah lulus dari Poltekes Banjarmasin tahun 2008, beberapa teman satu leting mengajaknya untuk mendaftar di Rumah Sakit Jiwa itu, walaupun lanjutnya masih sebagai tenaga honorer.
“Hari itu hari terakhir pendaftaran di Rumah Sakit Sambang Lihum. Teman saya segeranya mengajak untuk ikut pendaftaran. Ya sudah daftar aja dan Alhamdulillah diterima,” ujarnya kepada Reporter.
“Walaupun gajihnya sekian tapi tetap bersyukur. Yang penting bisa cukup untuk bensin dan belanja sedikit, serta memberikan secukupnya untuk orang tua,” lirih Surya.
Akan tetapi sekitar 3 bulan kemudian lebih jauh, gajih yang sehari-harinya terbilang hanya cukup, untuk membeli gorengan dan segelas teh itu, akhirnya menjadi Rp. 750 ribu per bulan.
“Amun jar urang banjar tu pahitnya kada tapi barasa (Kalau kata orang Banjar penderitaannnya tidak terlalu terasa),” Imbuhnya.
Kemudian, ditahun berikutnya tepatnya tahun 2009 pemeritah tengah membuka peluang penerimaan CPNS. secepatnya Rahman mengikuti tes tersebut.
Kegembiraan mencuap setelah dia lulus dari CPNS, Karena penghasilannya kala itu melesat menjadi Rp. 1.700.000 perbulan.
“Ya jelas senang sekali, apalagi pada saat itu kan masih anak muda, jadi mau beli ini itu suka-suka hati. Nilai sekian juta rupiah di zaman dulu itu bayak lho,” Sahut Surya.
Namun, dibalik penghasilnya yang tinggi, terdapat sisi yang mestinya kita perhatikan, Yakni bagaimana Surya menghadapi pasien-pasien yang terserang gangguan jiwa dalam kurun waktu 10 tahun sampai sekarang.
Mulai dari menjadi perawat pasien akut hingga di posisikan di ruang pelayanan rawat jalan pasien baru. Lalu, dipindahkan ke ruang tenang selama satu bulan sampai ke ruang rehap napza dan sekarang di komite.
“Kalau dibilang kesal ya gabisa, mau menuntut juga ga bisa, jadi harus bersabar, bersabar dan berabar,” tuturnya dengan senyum.
Ketika penulis menanyakan mengenai bagaimana dia menghadapi pasien sakit jiwa, apa saja pengalaman yang paling berkesan dan tindakan yang semestinya diputuskan ketika pasien mengamuk serta lari, Surya dengan tenang menceritakan.
Ketika kali pertama bekerja ditempat tersebut Surya diletakan di Ruang intensiv carry, disana dia dipekerjakan sebagai perawat yang menyambut kedatangan pasien-pasien sakit jiwa baru atau pasien akut.
“Alhamdulillah dulu waktu diakper sempat belajar teori dasar menghadapi pasien sakit jiwa, jadi tidak terlalu panik,” Katanya.
Selain itu dia juga mengaku, bahwa selama bekerja di bidang itu tidak hanya teori dan pengalaman langsung, Surya juga sambil melakukan konsultasi kepada perawat yang lebih senior. Sebab, apa yang tertulis dalam teori berbeda jauh dengan kenyataan.
“Biasanya kalau tingkah si pasien gelisah, keluarganya juga sulit untuk mengajak berkomunikasi bahkan bisa sampai acuhkannya. Tapi kalau pasien yang bisa diajak bicara si pasien cenderung tenang, pandangannya adem, sama keluarganya dia manut saja,” papar Surya.
Tak hanya sampai di sana, Surya kembali dipindah ke ruang pasien rawat jalan atau Poli. Di sana dia mendapatkan pengalaman yang menurutnya paling berkesan sampai sekarang. Soalnya, waktu itu ada pasien baru yang datang bersama keluarganya dan memasuki ruangan Surya.
Saat itu kondisinya sipasien tidak mau berbangun dari tempat dia berbaring. Setelah itu, dari pihak perawat melakukan sedikit pembicaraan kepada sang keluarga.
Tiba-tiba secara mendadak lanjut Surya, sipasien bangun dan langsung meludah ke wajah Surya. Lucunya, setelah sipasien meludah sipasien dengan segera tidur pulas.
Melihat kejadian itu pihak keluarga, dokter dan perawat berlari. Surya dengan seorang diri terpaksa mencoba secara perlahan menenangkan pasien sampai tertidur.
“Maka yang keluar tu kada ludah haja, dahak hijau tu umpat jua barikit dimuha ulun, dibasuh pakai alkohol tatap barikit baunya sampai ka rumah,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut, Surya hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan mengeluskan tangannya kedada. “Mau marah kepihak keluarga tidak bisa, marah ke dokter juga percuma, mau memberi tindakan anarki kepasien juga tidak bisa, ya bersabar saja, jadi saya pikir itulah tugas saya,” Tabahnya.
Kejadian selanjutnya datang dari Ruang IGD sekitar pukul 22.00 wita. Pasien yang datang dari Kotabaru atas nama X, dibawa oleh keluarga dan dari pihak kepolisisan dalam keadaan tangan dibergol.
“Saat itu kondisinya tangan sipasien luka, karena dia berusaha untuk melepaskan bergol yang melekat, dan meronta-ronta,” Tambah Surya.
Ironisnya, pihak keluarga menolak untuk menerima sistem yang di berlakukan pihak rumah sakit, dimana pasien yang seperti itu akan dimasukan ke dalam ruangan yang lebih bisa membuat sang pasien tenang.
Dari pihak keluarga meminta agar penjagaan pasien diserahkan kepada pihak mereka saja.
“Kebetulan pada saat itu saya cuma berdua dengan teman jaga, ya saya terima saja tawaran pihak keluarga pasien” Katanya.
Karena sudah berada di rumah sakit, pihak keluarga kata Surya, meminta bergol pada tangan pasien dilepas dan juga minta dipakaikan baju yang lebih nyaman serta bagus.
Sesaat setelah pasien sudah dalam keadaan tenang, pengawasan dari kepolisian dan keluarga pun berkurang, disaat itulah celah yang seharusnya tidak ada, dimanfaatkan si pasien untuk kabur melalui pagar Utara.
“larinya cepat sekali, kita hampir tidak bisa mengejarnya,” Cetusnya
Sipasien kabur memasuki hutan galam yang ada dibelakang rumah sakit, dengan cekatan Surya dan satu orang temannya beserta dua orang satpam mengejar pasien ke dalam hutan galam.
“Dengan kondisi air rawa dan lumpur yang menggenang cukup tinggi, yaa seukuran pinggang saya lah. Dan parahnya pada saat itu banyak bekantan,” Terang Surya.
Sekitar satu jam setengah perawat melakukan pengejaran, pasien yang kabur itu kembali ke Rumah Sakit dalam keadaan basah kuyuk.
Ketika dihampiri sipasien berteriak “Pa saya minta ampun”. Surya dengan tegas menjawabnya “Kenapa kamu Kembali,” Jawab Surya. Pasien menjawab “Saya Kedinginan,” Cetus pasien.
Segeranya terangnya, pasien dibawa lagi ke ruang IGD dan diberi penanganan seperti biasa. Seandainya pada malam itu sipasien tidak ditemukan, dari pihak rumah sakit akan melanjutkan pencarian hingga besok pagi. Lantaran, si pasien sudah menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit.
Sebelum mengakhiri wawancara Surya mengatakan, kalau bekerja di sana tidak banyak godaan, tidak banyak pikiran. Akan tetapi, kontrol emosi sangat diperlukan pada pekerjaan tersebut. Baginya disanalah letak nilai plus dibanding pekerjaan lain.
“Dirumah sakit umum banyak masalah, soalnya penyakitnya beda-beda, kalau disini berapa pun pasiennya tetap saja penyakitnya sama,” tukasnya.
Dia juga berharap kepada masyarakat dan keluarga-keluarga yang disekitar mereka,