REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Upaya penyelesaian kasus dugaan malpraktik yang melibatkan Dokter Spesialis Bedah Umum Darwin dan pasien bernama Rias Khairunnisa di Rumah Sakit Haji Darjat (RSHD) Samarinda tidak membuahkan hasil.

Mediasi yang digelar Senin (30/6/2025) berakhir tanpa kesepakatan. Kedua pihak tetap bertahan pada klaim masing-masing dan saling membantah kebenaran tindakan medis yang telah dilakukan.

Dalam proses mediasi, Darwin menegaskan dirinya tidak melakukan pelanggaran dan menyebut seluruh prosedur medis telah dijalankan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Saya sudah menjalankan prosedur medis sebagaimana mestinya. Tidak ada yang saya langgar. Semua saya lakukan berdasarkan sumpah kedokteran,” ujarnya, Senin (30/06).

Darwin menyebut telah membawa cetakan rekam medis serta sertifikat yang dijadikan sebagai dokumen pendukung.
Menanggapi tudingan bahwa ia tidak melakukan tes urine dan darah terhadap pasien, ia menjelaskan pemeriksaan tersebut dilakukan saat korban berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) melalui infus.
Darwin menjelaskan bahwa infeksi pasca operasi yang dialami pasien berasal dari luar tubuh, bukan dari dalam. Ia membantah adanya pemaksaan kepada pasien untuk menjalani operasi.
“Saya tidak pernah memaksa. Justru informasi soal perlunya operasi pertama kali disampaikan oleh perawat sesuai anjuran dokter. Tidak ada unsur paksaan,” tegasnya.
Pernyataan Darwin tersebut langsung ditanggapi kuasa hukum korban, Titus Tibayyan Pakalla. Titus menyebut klaim sang dokter tidak berdasar dan penuh kejanggalan, termasuk mengenai rekam medis.
“Pertanyaannya, dari mana rekam medis itu diperoleh? Rumah sakit sudah tutup. Sementara somasi dari kami baru dikirimkan Oktober tahun lalu. Aneh jika Darwin sudah punya dokumen itu sebelumnya,” ucap Titus.
Ia mengungkapkan adanya hasil USG dan tes darah yang tercatat dua kali antara tanggal 17 hingga 20, padahal korban hanya dirawat dari tanggal 17 sampai 18.
“Itu jelas tidak masuk akal,” sangkalnya.
Lebih lanjut, Titus menyampaikan bahwa setelah korban menjalani pemeriksaan ulang di RS Abdul Moeis, ditemukan cairan kotor keluar dari bekas luka operasi.
Hal itu menurutnya menunjukkan indikasi kebocoran dari dalam tubuh, bukan infeksi dari luar.
“Kalau hanya dari luar kulit, tidak mungkin ada kotoran perut keluar dari luka bekas operasi. Ini bukan infeksi biasa,” tegas Titus.
Saat ini, pihak kuasa hukum korban masih menunggu hasil investigasi resmi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Samarinda.
Titus menyatakan bahwa jika hasil investigasi menyimpulkan adanya pelanggaran etika atau SOP, maka pihaknya akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Namun apabila IDI menyatakan tidak ada pelanggaran, langkah hukum tetap dipertimbangkan berdasarkan bukti, data, dan saksi yang dimiliki.