REDAKSI8.COM – Fenomena profesi dosen yang sudah lama menjadi perdebatan para mahasiswa seperti tak kunjung inkrah. Khususnya dosen yang kerap dinilai meninggalkan mata kuliahnya untuk mengejar sebuah proyek.
Bahkan sebagian kalangan mahasiswa ada yang berpendapat, belum dikatakan dosen jika belum mroyek. Tuturan keras itu tak sedikitpun mempengaruhi kinerja para dosen hampir diseluruh indonesia. Karena pada konteks ini tidak semua dosen mengerjakan proyek. Ada juga yang berjalan pada jalur seharusnya.
Menurut UU Sisdiknas Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. UU ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 60 tahun 1999 yang menyebutkan selain menyiapkan peserta didik untuk siap terjun kemayarakat sesuai bidangnya, Pendidikan Tinggi juga bertujuan untuk mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Atas dasar itulah apa yang disampaikan dosen di kelas juga harus diterapkan di masyarakat sebagai aplikasi dari ilmu yang dimiliki oleh dosen.
Perlu diingat juga, dalam PP tersebut disebutkan pula bahwa dosen merupakan tenaga pendidik atau kependidikan pada perguruan tinggi yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar.
Dalam perspektif peran perguruan tinggi disebutkan bahwa pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang dilakukan dosen harus memberikan kontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dosen harus selalu keep in touch dengan problem riil yang dihadapi masyarakat.
Dari segi pendanaan, perguruan tinggi juga dituntut untuk dapat memberdayakan segala yang ada agar dapat menutupi kekurangan biaya pendidikan yang selama ini didapat dari pemerintah dan orangtua mahasiswa. Untuk itulah sebuah proyek diperlukan.
Dari poin-poin di atas, banyak hal-hal yang disayangkan. Selama ini kebanyakan dosen mroyek tidak sesuai dengan tujuan yang telah disebutkan sebelumnya.
Beberapa dosen yang memanfaatkan kesempatan mroyek untuk menambah penghasilan mereka. Padahal seharusnya mereka mroyek untuk pengaplikasian ilmunya ataupun untuk pengembangan-pengembangan teknologi melalui proyek-proyek riset yang ada.
Selain itu, dengan proyek-proyek yang menyibukkan dosen seringkali menyebabkan terbengkalainya jam belajar mahasiswa.
Bukan hanya materi mata kuliah yang tersampaikan secara tidak maksimal kepada mahasiswa, tetapi juga banyak waktu yang tersia-siakan.
Bahkan yang lebih menjengkelkan bagi mahasiswa ialah adanya jam pengganti sebagai konsekuensi ketidakhadiran dosen.
Dikutip dari its.ac.id/news, dari perspektif mahasiswa secara umum, sebenarnya dosen yang dinginkan adalah dosen yang rajin mengajar dan mampu mentransfer ilmu dengan baik.
Selain itu, mahasiswa juga menginginkan dosen mudah ditemui saat akan konsultasi atau asistensi. Kondisi inilah yang jarang dirasakan jika dosen mroyek.
Namun ada keuntungan yang diinginkan dan juga diharapkan dari seorang dosen yang mroyek, yakni informasi-informasi baru yang didapat dari proyek dimana itu dapat menjadi tambahan ilmu bagi mahasiswa.
Tidak hanya itu, biasanya mahasiswa akan lebih mudah memahami suatu materi dengan penjelasan langsung kondisi lapangan yang mana hal tersebut akan didapat salah satunya dengan dosen mroyek.
Namun, bagaimanapun juga tugas utama dosen adalah mengajar dan tidak boleh menelantarakan mahasiswanya. Lalu bagaimana pendapat anda dengan fenomena ini?
Menurut sudut pandang Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan, Rico, dosen yang mroyek itu salah. Lantaran dosen tersebut selain mendapatkan mandat oleh pemerintah untuk memberikan ilmunya kepada para mahasiswa, tapi juga acap kali membatalkan jadwal perkuliahan yang sudah dijadwalkan oleh kampusnya.
“Apalagi kalau hari Senin sampai Jumat, itu kan hak kami. Saya Kuliah Bayar,” ujarnya saat diwawancara melalui via whatsapp, Jumat (21/2).
Akan tetapi tambahnya, jika tujuan proyek untuk membantu keperluan finansial si mahasiswa, bahkan memberikan pengalaman kerja sebelum memasuki fase sebagai sarjana strata 1 Rico sangatlah mendukung.
Namun pada kenyataannya, kerap sang dosen mengajak mahasiswa yang dianggap memiliki kemampuan lebih dan dekat saja, kulifikasinya masih belum merata.
“Kalau saya ga papa ga diajak, karena mungkin skill saya di jurusan saya kuliah masih kurang,” ungkapnya.
“Dikampus saya ada beberapa dosen yang mroyek,” tandas Rico.