REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meluas, Pemerintah Pusat mulai mengaktifkan skema Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Kalimantan Selatan (Kalsel) sebagai bentuk upaya pencegahan sejak dini.

Sebagai langkah awal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menurunkan tim teknis ke lapangan untuk mengkaji kesiapan atmosfer dan ketersediaan bibit awan.

Dengan demikian, operasi modifikasi cuaca tidak lagi harus menunggu kondisi memburuk.
Sebab, penganggaran khususnya untuk modifikasi cuaca di Kalimantan Selatan telah disiapkan.
“Saya tidak jelas tapi tidak murah, tapi yang jelas kami sudah menganggarkan yang cukup untuk modifikasi cuaca di Kalimantan Selatan,” ucap Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, Kamis (7/8/25).
Keberhasilan rekayasa hujan sangat bergantung pada kondisi awan dan kelembaban udara.
Di lapangan, tim pengawas lingkungan dari KLHK juga telah mulai melakukan penyegelan terhadap lahan-lahan terbakar yang masuk kategori indikatif.
Selain menggelar modifikasi cuaca, Pemerintah juga memperketat pengawasan hukum di wilayah-wilayah konsesi yang rawan akan kebakaran.
“Beberapa terlaporkan ke kami, telah melakukan penyegelan, dilakukan tindak lanjut, nanti hasilnya kami akan sampaikan pada kemudian hari,” ujarnya.
Pemerintah menempatkan operasi ini sebagai bagian dari strategi menyeluruh untuk menghadapi musim kering ekstrem yang berpotensi memperparah terjadi karhutla, khususnya di Kalsel.
“Presiden telah menginstruksikan kepada kami, Menteri, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), maupun Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk terus menegakkan aturan dan menjaga, menekan sebisa mungkin terjadinya karhutla di tanah air kita,” jelasnya.
Dalam arahannya, Ia menghimbau, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) untuk segera memberi tanda pada area-area yang terbakar, sebagai bentuk penegasan tanggung jawab lahan.
Mengingat dalam kerangka hukum lingkungan, pemilik lahan tetap bertanggung jawab atas kejadian kebakaran.
“Dalam sisi lingkungan hidup, kadang-kadang kita mengenal yang disebut dengan strict liability. Kita tidak mengenal itu disengaja ataupun tidak disengaja, namun bilamana kebakaran, mestinya yang punya lahan harus bertanggung jawab untuk melakukan pemadaman,” tegasnya.
Dengan kombinasi antara tindakan hukum, modifikasi cuaca, dan pemantauan ketat, Pemerintah berharap potensi karhutla tahun 2025 ini dapat ditekan seminimal mungkin.
“Kita tentu wajib berupaya semaksimal mungkin melakukan upaya pencegahan dan penanganannya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Hanif menegaskan setiap langkah yang diambil merupakan cerminan dari komitmen negara untuk menjaga kredibilitas di mata dunia.
“Ini penting, jadi api ini bukan sekadar api. Ternyata bisa dikapitalisasi menjadi kredibilitas suatu negara,” tandasnya.