REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, melontarkan kritik tajam terhadap kegiatan Ship-to-Ship (STS) di Muara Berau, Samarinda, yang dinilai tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Timur.
Hal ini mencuat setelah DPRD Kaltim melakukan pendalaman terhadap operasional pelabuhan terapung tersebut yang selama ini diketahui menjadi salah satu lokasi alih muat barang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Dalam keterangannya kepada media, Minggu (27/4/2025), Hasanuddin mengungkapkan rasa herannya atas nihilnya pemasukan PAD dari aktivitas STS di Muara Berau, padahal dari sisi operasional, kegiatan ini memiliki omzet besar dan volume perdagangan yang tinggi.
“Saya heran, kenapa STS yang termasuk salah satu pelabuhan terapung terbesar di Asia Tenggara ini tidak menghasilkan satu rupiah pun untuk PAD Kaltim,” ucap Hasanuddin, yang akrab disapa Hamas.
Hasanuddin menyampaikan bahwa kegiatan STS di Muara Berau memiliki peran penting dalam sistem logistik nasional, khususnya untuk alih muat barang antar kapal di perairan lepas pantai.
Aktivitas ini biasanya melibatkan kapal-kapal besar, baik domestik maupun internasional, yang melakukan transfer muatan batu bara dan komoditas lain dari kapal pengangkut ke kapal pembawa lanjutan untuk ekspor.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan, kegiatan ekonomi berskala besar tersebut belum memberikan imbal balik ekonomi yang adil bagi Kalimantan Timur sebagai daerah yang menjadi lokasi operasional.
Hamas bahkan mengaku kecewa atas lemahnya pengaturan dan regulasi yang ada, yang dinilainya terlalu sentralistik dan minim peran pemerintah daerah.
“Selama ini semua pengaturan STS hanya berdasarkan regulasi dari Kementerian Perhubungan. Tidak ada satu pun rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi dasar pelaksanaannya,” jelasnya.
Ia pun menegaskan pentingnya keterlibatan Pemerintah Provinsi dalam perumusan kebijakan, serta perlunya regulasi turunan berbentuk peraturan daerah (Perda) agar kegiatan STS tidak hanya menguntungkan pihak operator, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi daerah.
Dalam pernyataannya, Hasanuddin secara tegas menyatakan bahwa jika aktivitas STS di Muara Berau tidak mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Kalimantan Timur, maka sebaiknya kegiatan tersebut dipindahkan ke provinsi lain yang lebih siap mengatur dan memanfaatkannya untuk kepentingan daerah.
Salah satu opsi yang disebut adalah Kalimantan Selatan (Kalsel).
“Kalau memang tidak ada manfaat ekonomi untuk Kalimantan Timur, lebih baik STS ini dipindahkan saja ke Kalimantan Selatan. Kita tidak bisa terus membiarkan sumber daya kita digunakan tanpa adanya kontribusi untuk pembangunan daerah,” tegasnya.
Pernyataan tersebut bukan tanpa dasar. Menurutnya, keberadaan fasilitas STS seharusnya menjadi potensi ekonomi yang bisa dikembangkan untuk menopang pembiayaan program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa kontribusi PAD, kegiatan STS hanya menjadi aktivitas yang menguntungkan pihak tertentu tanpa memberikan imbal balik ke daerah.
Hasanuddin mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan langsung kepada Gubernur Kalimantan Timur agar segera mencari solusi konkret terkait minimnya pendapatan dari aktivitas STS ini.
Ia mendorong agar gubernur bersama jajaran perangkat daerah melakukan evaluasi menyeluruh dan merancang langkah-langkah strategis yang dapat memberikan ruang bagi daerah untuk mendapatkan bagian dari aktivitas ekonomi besar tersebut.
“Kita sudah sampaikan kepada gubernur, ini harus segera ditindaklanjuti. Harus ada kajian hukum dan teknis agar STS bisa dikenai retribusi atau bentuk pungutan lain yang sah,” ujarnya.
Hasanuddin juga menekankan perlunya koordinasi antara DPRD, Pemprov, dan kementerian terkait untuk merevisi kebijakan yang selama ini dianggap tidak berpihak kepada daerah.
Regulasi yang memadai dinilai menjadi kunci agar pemanfaatan sumber daya daerah dapat berjalan seiring dengan kepentingan pembangunan lokal.
“Ini peluang besar. Jika dikelola dengan baik, STS bisa menjadi sumber pendapatan baru untuk mendukung pembangunan daerah. Tapi kalau tidak, maka kita hanya menjadi penonton di rumah sendiri,” tutup Hasanuddin.
Pernyataan Hasanuddin mencerminkan keresahan yang cukup mendalam terkait ketimpangan antara potensi ekonomi daerah dengan realisasi penerimaan PAD.
Oleh karena itu, dirinya berharap agar Pemerintah Provinsi Kaltim segera menyusun kebijakan baru, termasuk regulasi daerah yang mampu memastikan bahwa setiap aktivitas ekonomi besar di wilayah Kaltim memberikan kontribusi sepadan bagi masyarakat dan pembangunan daerah.
Dengan adanya tekanan politik dari DPRD dan dorongan publik, besar harapan agar polemik minimnya kontribusi STS di Muara Berau bisa segera diakhiri melalui regulasi yang adil dan berpihak kepada kepentingan daerah Kalimantan Timur.

