REDAKSI8.COM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD, tidak mengenal istilah musim penghujan atau musim kemarau.
Demikian disampaikan Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru sekaligus Kepala BPBD Kota Banjarbaru H Said Abdullah, Selasa (18/6).
“Mereka yang bertugas di BPBD harus siap siaga selama 12 bulan,” ujar Said Abdullah.
Menurutnya, secara logika, bulan Juni hingga Agustus adalah musim kemarau dan bulan Oktober hingga Desember musim hujan. Namun saat ini (bulan Juni) ucap Said Abdulllah, justru terjadi bencana banjir dimana-mana.
“Fenomena alam sudah sangat berubah saat ini. Oleh karena itu kewaspadaan dari BPBD juga perlu ditingkatkan,” tukasnya.
Said Abdullah menambahkan, jika di tahun-tahun sebelumnya sudah dibuat/didirikan tenda untuk penanggulangan Karhutla di bulan Juni, maka di tahun ini terjadinya karhutla (skala besar) belum terlihat/minim.
“Padahal, tahun kemarin puncaknya terjadi kabut asap itu terjadi di bulan Juni ini,” bebernya.
Secara umum bencana alam yang sering terjadi di Banjarbaru sebut Said Abdullah, yaitu kebakaran (lahan), angin puting beliung dan kebanjiran.
“Walapun ada tambahan longsor, itu terjadi di daerah pendulangan itu saja, tapi bukan fenomena Banjarbaru. Kalau Banjarbaru ya tiga itu (karhutla, angin puting beliung dan banjir),” tutupnya.
Terpisah, Forecaster Iklim BMKG Stasiun Klimatologi Banjarbaru, Khairullah menjelaskan, berdasarkan prakiraan iklim bulan Juni 2019 yang disampaikan tiap bulannya di buletin iklim, secara umum Kalsel diprakirakan curah hujan berkisar dari rendah sampai dengan sangat tinggi.
“Curah hujan rendah 51 sampai 100 milimeter per bulan, kalau sangat tinggi 301 sampai 400 milimeter per bulan,” terang Khairullah kepada redaksi8.com.
Lebih lanjut ia menerangkan, kebanyakan besarnya curah hujan di seluruh Kalsel pada kriteria menengah (101 – 150 mm).
“Khusus untuk Banjarbaru, kisaran hujannya diprakirakan pada bulan tersebut pada kriteria menengah (101 – 150 mm), yang artinya di Banjarbaru telah memasuki musim kemarau, karena nilai hujannya lebih kecil dari 150 milimeter per bulan,” demikian Khairullah menjelaskan.