REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Dalam hiruk-pikuk besarnya angka-angka anggaran pembangunan yang menghiasi laporan keuangan pemerintah, Firnadi Ikhsan, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan tidak boleh diukur semata-mata dari besarnya nominal yang tercantum di atas kertas.

Bagi Firnadi, ukuran keberhasilan pembangunan adalah sejauh mana hasilnya benar-benar hadir dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Prinsip ini ia pegang teguh, terutama dalam mengawal proses pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), daerah yang dikenal memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sangat besar, mencapai kurang lebih Rp12 triliun.
Namun, menurut Firnadi, angka tersebut bukan berarti bahwa semua permasalahan telah selesai.
“Luas wilayah Kukar sangat besar, terdiri dari daratan, perairan, hingga daerah terpencil yang masih sulit dijangkau. Jadi, meskipun Kukar punya APBD besar, kebutuhan pembangunan di lapangan tetap sangat tinggi dan beragam,” ujar Firnadi dengan penuh perhatian.
Ia menekankan, keberpihakan anggaran perlu ditunjukkan melalui kolaborasi konkret antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
Salah satu bentuk nyata dari sinergi tersebut adalah bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi Kaltim kepada Kukar, yang bertujuan mempercepat pemerataan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur dasar.
“Bantuan keuangan provinsi ke Kukar bukan sekadar pelengkap. Ini adalah bentuk komitmen bahwa pemerintah hadir bersama rakyat, tidak melihat besarnya APBD semata, tapi menilai kebutuhan riil yang harus dipenuhi,” kata Firnadi.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya koordinasi lintas lembaga agar pembangunan berjalan efektif dan tidak tumpang tindih.
Firnadi percaya, pembangunan yang berkelanjutan hanya bisa tercapai jika semua pihak saling menguatkan dan bersinergi, bukan berjalan sendiri-sendiri dengan agenda masing-masing.
“Koordinasi itu penting. DPRD Kaltim siap menjadi jembatan komunikasi untuk memastikan program pembangunan provinsi dan kabupaten berjalan seiring dan tepat sasaran,” ujarnya.
Tak sekadar berbicara di forum, Firnadi kerap turun langsung ke lapangan untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Ia mengamati, banyak daerah di Kukar yang masih sangat membutuhkan akses jalan yang layak, jembatan yang aman, serta fasilitas publik lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup warga.
“Kalau kita lihat langsung, kita akan tahu, betapa jalan rusak itu memperlambat ekonomi, jembatan rusak membuat distribusi terhambat, dan fasilitas pendidikan serta kesehatan yang kurang membuat masyarakat di daerah terpencil tertinggal,” tambahnya.
Menurut Firnadi, infrastruktur bukan tujuan akhir dari pembangunan, melainkan sarana penting untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Ia menggambarkan bahwa jalan yang mulus bukan hanya mempercepat perjalanan, tapi membuka peluang ekonomi, mempermudah anak-anak bersekolah, serta mempercepat akses layanan kesehatan.
“Pembangunan infrastruktur adalah investasi jangka panjang. Jalan bagus berarti ekonomi bergerak. Fasilitas publik yang layak berarti kehidupan masyarakat menjadi lebih berkualitas,” tegasnya lagi.
Di tengah laju pembangunan Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota negara, suara-suara seperti Firnadi menjadi penting untuk memastikan bahwa euforia pembangunan tidak hanya terpusat di kota-kota besar, tetapi merata hingga ke pelosok desa.
“Sinergi antara DPRD Kaltim dan Pemkab Kukar harus terus dipererat. Karena pembangunan yang berhasil bukan hanya soal proyek selesai, tetapi soal bagaimana masyarakat benar-benar merasakan perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka,” tutup Firnadi penuh keyakinan.
Suara dan langkah nyata seperti yang dilakukan Firnadi menjadi pengingat bahwa membangun bukan hanya membangun gedung atau jalan, tetapi membangun harapan dan masa depan rakyat.