Dugaan itu mencuat usai data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) menunjukkan bahwa Wijiono tidak pernah menyelesaikan pendidikan pascasarjananya di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sultan Adam. Dalam laman resmi PDDikti yang diakses pada Selasa (30/7/2025), Wijiono tercatat masuk pada 2 April 2018, namun status akhirnya adalah “Dikeluarkan” pada semester Genap 2023/2024. Artinya, secara hukum, ia tidak berhak menyandang gelar “M.H.”.
Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Sejak tahun 2019, Wijiono disebut telah aktif menggunakan gelar magister hukum dalam berbagai aktivitas resmi organisasi, termasuk menandatangani dokumen-dokumen penting seperti Program Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), penerbitan KTA, hingga Surat Keputusan Pengangkatan Advokat P3HI.
“Dia itu bahkan sudah DO (Drop Out), tapi tetap pakai gelar S2 untuk tandatangani dokumen penting calon advokat. Ratusan advokat bisa saja jadi korban,” kata Halim, salah satu anggota P3HI yang kritis terhadap kepemimpinan organisasinya, melalui pesan singkat pada Rabu (31/7).
Lebih jauh, tindakan yang dilakukan Wijiono diduga melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengatur ketat penggunaan gelar akademik tanpa hak. Beberapa pasal yang diduga dilanggar, antara lain:
– Pasal 67 ayat (1): Memberi gelar tanpa hak dapat dipidana hingga 10 tahun penjara atau denda Rp1 miliar.
– Pasal 68 ayat (2): Menggunakan gelar dari lembaga yang tidak memenuhi syarat, terancam 5 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
– Pasal 69 ayat (1): Menggunakan ijazah palsu, dapat dipidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Dugaan ini semakin menguat setelah salah satu anggota, Dedi Ramdany, merasa dirugikan karena sertifikat advokatnya diterbitkan oleh pejabat organisasi yang tidak sah secara akademik. Dedi bahkan telah melayangkan laporan ke aparat penegak hukum bidang Kriminal Khusus.
Pihak redaksi telah berusaha menghubungi Wijiono melalui pesan WhatsApp untuk mengonfirmasi kabar tersebut, namun hingga berita ini dipublikasikan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Sementara itu, sejumlah pihak mulai mendorong evaluasi total terhadap kepemimpinan P3HI, demi menjaga integritas profesi advokat yang semestinya menjunjung tinggi etika dan kejujuran.