REDAKSI8.COM, SAMARINDA — Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur bergerak cepat menanggapi laporan yang diajukan oleh Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim, yang mengadukan dugaan pelanggaran etika oleh dua anggota Komisi IV DPRD Kaltim dalam pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD).

Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut secara resmi.

Langkah awal yang akan diambil yakni menggelar rapat internal untuk melakukan verifikasi mendalam terhadap isi laporan, sekaligus memastikan aspek administratif dan substansi aduan terpenuhi.
Proses tersebut penting sebagai dasar sebelum BK melangkah ke tahap klarifikasi dengan memanggil pihak pelapor maupun terlapor.
“Benar, kami sudah menerima surat aduan tersebut. Namun, sebelum bisa melangkah lebih jauh, kami akan bahas terlebih dahulu secara internal. Verifikasi administratif menjadi langkah awal untuk menentukan kejelasan substansi aduan,” ujar Subandi saat dikonfirmasi oleh awak media.
Aduan tersebut mencuat setelah insiden pengusiran terhadap kuasa hukum RS Haji Darjad dari ruang rapat Komisi IV DPRD Kaltim dalam forum RDP yang membahas persoalan pembayaran gaji karyawan rumah sakit yang tertunda.
Tim kuasa hukum dari pihak rumah sakit yang hadir dalam rapat tersebut merasa diperlakukan tidak semestinya dan menilai, tindakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap profesi advokat.
Menurut Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim, peristiwa tersebut tidak hanya mencoreng nama baik profesi, tetapi juga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang dengan tegas menyatakan bahwa advokat adalah bagian dari penegak hukum dan memiliki kedudukan yang setara dalam proses hukum di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Subandi menyatakan, BK DPRD Kaltim akan bekerja secara profesional dan netral.
Pihaknya memastikan bahwa seluruh proses akan dijalankan dengan prinsip objektivitas, transparansi, dan berkeadilan, tanpa adanya keberpihakan kepada salah satu pihak.
“Dalam proses ini, kami berkomitmen untuk mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak. Tidak boleh ada keputusan sepihak. Ini penting untuk menjaga marwah lembaga sekaligus menghormati mekanisme hukum yang berlaku,” tegasnya.
BK menyadari pentingnya penanganan perkara etik dengan serius, terutama mengingat peran DPRD sebagai lembaga legislatif yang diharapkan menjadi contoh dalam penerapan etika politik dan tata krama pemerintahan.
Subandi mengungkapkan bahwa penanganan aduan ini menjadi momentum untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap DPRD Kaltim dalam menjalankan fungsi pengawasan internal.
“Setiap laporan yang masuk harus diproses sesuai mekanisme. Ini bagian dari upaya menjaga integritas lembaga DPRD serta memberikan perlindungan yang adil terhadap semua pihak yang merasa dirugikan,” tambahnya.
Langkah cepat yang diambil oleh BK DPRD Kaltim ini pun mendapat perhatian publik, khususnya dari kalangan advokat di daerah.
Mereka berharap proses ini dapat memberikan kejelasan hukum dan menjamin, lembaga legislatif tetap menjadi tempat yang terbuka dan adil bagi siapa pun yang hadir dalam forum-forum resmi.
Rapat internal BK direncanakan akan menjadi awal dari rangkaian proses yang meliputi pemeriksaan berkas, pemanggilan saksi, hingga kemungkinan sidang etik jika dinilai cukup bukti.
Hasil dari proses ini akan menentukan apakah ada pelanggaran kode etik oleh dua anggota dewan yang bersangkutan, serta langkah lanjutan apa yang akan diambil lembaga untuk menegakkan aturan internal DPRD.