REDAKSI8.COM – Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi dan aktif memodernisasikan diri.

Ini disampaikan langsung oleh Wali kota Banjarbaru Muhammad Aditya Mufti Ariffin pasca mencanangan Kampung Literasi di Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru, Senin (8/11).
Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan menurutnya juga yang lebih penting bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesetaraan dan kesejahteraan bersama.
Dengan kata lain Ia menyambung, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut. Mulai dari berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, dan komunikatif, sehingga dapat memenangi persaingan global.
“Sebagai bangsa yang besar, kita harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21, melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat,” terang Walikota.
Penguasaan 6 literasi dasar yang disepakati oleh world economic forum menjadi sangat penting. Tidak hanya bagi peserta didik tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat.
Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Bagi Aditya pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa adalah melalui penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca anak.
“Sebagai bagian penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk sejak usia dini mulai dari lingkungan keluarga,” sarannya.
Minat baca yang tinggi didukung dengan ketersediaan bahan bacaan yang bermutu dan terjangkau akan mendorong pembiasaan membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya, seperti numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan dapat ditumbuhkembangkan.
“Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan, yang mencakup keluarga, sekolah, dan masyarakat, sejak tahun 2016 kementerian pendidikan dan kebudayaan menggiatkan gerakan literasi daerah sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti,” Ia menjelaskan.
Layaknya suatu gerakan, penggeraknya tidak didominasi oleh jajaran kementerian saja, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan lembaga lainnya.