REDAKSI8.COM, BATAM – Bea Cukai Batam berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 266.600 ekor benih lobster di Perairan Wisata Joyo Resort, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, pada Sabtu (12/10/2024). Benih lobster tersebut rencananya akan diselundupkan ke luar perairan Indonesia secara ilegal.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Zaky Firmansyah, menjelaskan bahwa pihaknya mendapatkan informasi mengenai adanya high speed craft (HSC) yang diduga terlibat dalam penyelundupan benih lobster.
“Pada 12 Oktober 2024 kemarin, kami menerima informasi dari masyarakat tentang keberadaan kapal cepat yang dicurigai akan membawa benih lobster ke luar negeri,” ungkap Zaky.
Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Bea Cukai segera melakukan pemantauan. “Kami langsung mengoordinasikan informasi ini dengan tim Operasi Jaring Sriwijaya, dan menyusun strategi pengawasan berlapis di laut,” lanjutnya.
Pengejaran terhadap HSC berlangsung cukup lama, karena pelaku sempat mencoba kabur. “Pelaku berusaha melarikan diri, namun berkat kesigapan tim di lapangan, kami berhasil menghentikan kapal tersebut di Pantai Wisata Joyo Resort,” jelas Zaky.
Setelah dilakukan pemeriksaan, kapal tersebut ternyata membawa 53 box yang berisi 266.600 ekor benih lobster. “Ditemukan 261.000 ekor benih lobster pasir dan 5.600 ekor benih lobster mutiara, dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp26,9 miliar,” jelasnya.
Menurut Zaky, modus operandi penyelundup kini berubah dengan beroperasi pada siang hari. “Kalau dulu mereka sering beraksi malam hari, kini mereka berusaha memanfaatkan siang hari untuk mengelabui petugas. Tapi kami sudah mengantisipasi perubahan ini dengan meningkatkan patroli dan pengawasan,” tegas Zaky.
Penindakan ini berhasil berkat sinergi antara Bea Cukai Batam, PSO Batam, Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau, serta dukungan dari kapal BC11001, BC10029, BC1601, dan BC20003.
Pelaku penyelundupan dapat dijerat dengan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang mengancam dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Selain itu, mereka juga dapat dikenai Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, serta Pasal 87 jo Pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp3 miliar.