REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Di tengah gegap gempita pembangunan infrastruktur yang menggeliat di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), sinyal optimisme terus bergema dari berbagai penjuru.

Jalan-jalan desa yang dahulu berlumpur kini mulus teraspal, kendaraan yang sebelumnya sulit melintasi kini melaju lancar, dan akses antarwilayah menjadi lebih terbuka.

Namun, di balik transformasi fisik yang mengesankan ini, muncul suara bijak dari seorang wakil rakyat yang mengingatkan bahwa esensi pembangunan tak boleh semata dilihat dari beton dan aspal.
Adalah Baharuddin Muin, anggota Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur, yang menyuarakan pandangan bernas tentang arah pembangunan di wilayah PPU—yang kini menjadi daerah strategis penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam pandangannya, pembangunan infrastruktur harus menjadi alat untuk mengangkat kualitas hidup masyarakat, bukan sekadar mengejar pencapaian angka atau proyek megah.
“Kalau kita bicara tentang jalan, memang harus diakui bahwa jalur dari Sepaku ke Petung sekarang sudah sangat berbeda dari beberapa tahun lalu. Aspal sudah rata, konektivitas antardesa jauh lebih lancar. Itu kemajuan yang layak diapresiasi,” tutur Baharuddin.
Namun, ia menekankan bahwa kemajuan infrastruktur tersebut belum cukup jika tidak disertai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sebagai politisi Partai Gerindra yang dikenal konsisten memperjuangkan aspirasi warga desa, Baharuddin menyampaikan, pembangunan seharusnya tidak hanya menciptakan sarana fisik, tetapi juga membuka ruang lebih besar bagi masyarakat untuk berkembang—baik dalam aspek ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan.
“Jalan mulus itu baru permulaan. Yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat memanfaatkannya. Apakah jalan itu membuat hasil tani lebih mudah dijual? Apakah anak-anak lebih cepat sampai ke sekolah? Apakah ibu hamil bisa segera dibawa ke puskesmas saat darurat?” ujar Baharuddin dengan nada retoris namun sarat makna.
Ia menegaskan, jalan yang bagus harus menjadi alat transformasi kehidupan. Ketika petani dapat mengangkut hasil panen tanpa takut rusak di jalan, ketika pelajar bisa menempuh perjalanan tanpa harus berjalan kaki berkilo-kilometer, dan ketika ambulans bisa menjangkau pelosok dalam waktu singkat—di situlah pembangunan menemukan maknanya yang sejati.
Baharuddin menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
Ia menolak konsep pembangunan yang menjadikan rakyat sebagai objek pasif. Baginya, keterlibatan warga dalam perencanaan, pengawasan, hingga pemeliharaan infrastruktur akan menciptakan rasa kepemilikan yang kuat.
“Jika masyarakat dilibatkan sejak awal, mereka akan merasa menjadi bagian dari proses itu. Mereka akan merawat, menjaga, dan bahkan ikut mengembangkan fasilitas yang ada. Ini bukan soal proyek pemerintah semata, tetapi tentang membangun peradaban bersama,” ucapnya tegas.
Lebih lanjut, ia menyampaikan harapan agar semangat pembangunan di PPU tidak hanya terpusat pada kawasan yang dekat dengan proyek IKN, tetapi juga merata hingga ke desa-desa yang selama ini tertinggal. Pemerataan pembangunan menjadi kunci dalam menciptakan keadilan sosial dan menghindari kecemburuan antardaerah.
“Jangan sampai hanya desa yang dilewati jalan IKN yang diperhatikan. Yang di pinggiran pun harus kita lihat. Jangan ada masyarakat yang merasa ditinggalkan di tengah gemuruh kemajuan,” ujarnya.
Baharuddin mengingatkan, pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan—baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, sektor swasta, hingga lembaga masyarakat—dalam menyukseskan pembangunan di Kalimantan Timur.
Menurutnya, hanya dengan sinergi yang solid dan kesamaan visi, maka kemajuan yang inklusif dapat terwujud.
“Kita semua harus berjalan bersama. Tidak ada satu pihak pun yang bisa menyelesaikan semua tantangan ini sendiri. Kuncinya adalah komunikasi yang terbuka, perencanaan yang matang, dan pelaksanaan yang konsisten,” pungkas Baharuddin.
Melalui pernyataannya, Baharuddin Muin menyuarakan pandangan yang tidak hanya kritis tetapi juga penuh harapan.
Bahwa pembangunan bukanlah soal membangun fisik semata, melainkan tentang memperkuat harkat dan martabat manusia.
Dan di tengah arus besar pembangunan nasional di Kalimantan Timur, suara seperti ini menjadi pengingat penting agar pembangunan tidak melupakan tujuan utamanya—yakni menghadirkan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat.