REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipider) Sat Reskrim Kepolisian Resor (Polres) Banjarbaru berhasil menyergab sebuah rumah di Jalan Pandu, Kelurahan Guntung Paikat, Banjarbaru yang dijadikan tempat produksi minyak goreng merek Minyakita secara ilegal.

Mereka menjual dengan pengemasan label palsu dan takaran kurang yang merugikan bagi konsumen.
Kapolres Banjarbaru, AKBP Pius X Febry Aceng Loda menyampaikan, pelaku berinisial DR (37) kedapatan memproduksi minyak goreng merek Minyakita dan Berkat Yana tanpa izin.
Adapun barang bukti yang diamankan meliputi minyak goreng merek Minyakita sebanyak 292 dus, dan 248 Berkat Yana kemasan botol, serta alat mesin produksi.
“Takaran dalam botol yang seharusnya 1 liter, justru hanya mencapai 700 hingga 850 mili, sehingga merugikan konsumen,” ujarnya, Jum’at (28/3/25).
Aksi curang ini terungkap, setelah dilakukan pemeriksaan intensif oleh kepolisian, dan uji pengukuran terhadap alat bukti yang ditemukan, dimana minyak goreng itu dikemas ulang secara ilegal.
“Awalnya kecurigaan dari anggota yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas karena ada rumah yang selalu keluar masuk mobil tangki hampir setiap tiga hari sekali dan kuliah dilakukan pengecekan,” tuturnya.
AKBP Pius menyebutkan, pelaku mendistribusikan minyak goreng ilegal tersebut ke berbagai pasar dan warung di wilayah Kota Banjarbaru, Banjarmasin, Pelaihari, Kapuas, dan Marabahan.
Bisnis haram ini sudah beroperasi selama tiga bulan terakhir atau dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2025.
Pelaku telah memproduksi sekitar 10 tangki dengan kapasitas tangki masing-masing mencapai 9 hingga 9,5 ton.
Selama periode tersebut, pelaku meraup keuntungan Rp7 juta sampai Rp8 juta per tangki, dengan total mencapai Rp70 juta hingga Rp80 juta per bulan.
“Keuntungan dari perbedaan harga jual lebih tinggi dibandingkan harga pasaran, pelaku menjual minyak goreng ilegal ini seharga Rp16 ribu hingga Rp17 ribu per liter, sementara harga normal seharusnya Rp15. 700,” jelasnya.
Atas tindakannya, pelaku disangkakan melanggar Pasal 62 Ayat 1 dan Pasal 8 Ayat 1 Undang-undang RI nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara, dan denda maksimal Rp2 miliar.
“Namun, kami masih terus menyelidiki lebih lanjut untuk memastikan jalur distribusinya, dan mengumpulkan alat bukti, serta melakukan pemeriksaan terhadap karyawan,” tuntasnya.