REDAKSI8.COM, SAMARINDA — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, kembali menegaskan perlunya terobosan kebijakan yang inovatif untuk mempercepat laju pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Berau.

Dalam pandangannya, kekayaan alam dan keunikan budaya yang dimiliki kabupaten tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal akibat sejumlah kendala yang masih belum terselesaikan.

Menurut Agusriansyah, sektor pariwisata di Berau sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Kawasan seperti Kepulauan Derawan, Pulau Kakaban, Maratua, hingga Danau Dua Rasa Labuan Cermin merupakan destinasi unggulan yang telah dikenal luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Namun, potensi tersebut, kata dia, belum sepenuhnya ditopang dengan kebijakan yang mendorong akselerasi pembangunan pariwisata secara menyeluruh.
Ia mengajak pemerintah daerah tidak hanya terpaku pada pendekatan promosi, tetapi juga memberikan perhatian serius terhadap penguatan ekosistem usaha pariwisata.
Salah satu langkah konkret yang disarankannya adalah penyediaan insentif, subsidi, dan berbagai bentuk dukungan fiskal lainnya kepada pelaku usaha wisata dan UMKM lokal yang menjadi bagian penting dalam mata rantai pariwisata.
“Kita perlu membangun iklim usaha yang kondusif. Kalau pelaku usaha pariwisata diberikan ruang dan bantuan untuk berkembang, maka biaya operasional bisa ditekan, harga layanan wisata menjadi lebih terjangkau, dan daya tarik destinasi pun meningkat,” ucapnya.
Agusriansyah juga menekankan bahwa dukungan tersebut tidak hanya berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga akan memberikan efek berantai terhadap perekonomian masyarakat lokal.
Sektor pariwisata yang hidup, katanya, mampu menghidupkan berbagai sektor lain seperti kuliner, transportasi, penginapan, hingga kerajinan tangan.
Namun demikian, ia tak menampik bahwa masih terdapat tantangan struktural yang harus dibenahi.
Infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, dan telekomunikasi di beberapa kawasan wisata masih tergolong minim.
Aksesibilitas menuju destinasi unggulan pun belum sepenuhnya memadai, terutama bagi wisatawan yang datang dari luar daerah atau mancanegara.
Selain itu, kelembagaan pariwisata di tingkat lokal masih lemah dalam hal koordinasi, promosi, dan penyusunan program yang terarah.
Hal ini menurutnya harus menjadi perhatian bersama agar potensi yang ada tidak terus tertinggal akibat kurangnya sinergi antar pemangku kepentingan.
“Perlu keberanian untuk merancang kebijakan strategis yang berkelanjutan. Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan sektoral atau kegiatan seremonial. Harus ada peta jalan yang jelas untuk pengembangan pariwisata Berau dalam jangka panjang,” tegas Agusriansyah.
Ia pun mengajak seluruh elemen, mulai dari pemerintah daerah, legislatif, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat adat, untuk berkolaborasi dalam mewujudkan visi besar pariwisata Berau sebagai destinasi unggulan Kalimantan Timur.
Menurutnya, pembangunan sektor ini harus dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi lapangan dan kebutuhan masyarakat setempat, bukan hanya berorientasi pada angka-angka kunjungan.
Dengan komitmen bersama dan kebijakan yang terintegrasi, Agusriansyah meyakini bahwa Berau mampu bersaing dan menjadi contoh pengembangan pariwisata berbasis keberlanjutan di Indonesia.
“Ini adalah momentum. Jika kita bisa menjawab tantangan dengan kebijakan yang tepat, maka pariwisata Berau akan menjadi pilar utama pembangunan ekonomi daerah yang berkeadilan,” tutupnya.