REDAKSI8.COM – Makam Tumpang Talu terletak di Kampung Parincahan Kecamatan Kandangan, berjarak sekitar 1 kilometer dari pusat kota Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Makam ini adalah makam tiga orang pejuang yakni Bukhari, Landuk dan H. Matamin dalam satu lubang yang gugur pada peristiwa pemberontakan Amuk Hantarukung tanggal 19 September 1899.
![](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/01/WhatsApp-Image-2025-01-27-at-17.17.24.jpeg)
Amuk Hantarukung merupakan salah satu peristiwa bersejarah di Kampung Hantarukung, Kalimantan Selatan. Hantarukung, sebuah kampung kecil sekitar 7 kilometer dari Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, namun di kampung ini menyimpan kisah heroik para pahlawan bangsa dalam menentang penjajahan belanda di masa abad ke-19. Walaupun tidak tercatat sebagai peristiwa nasional, namun masyarakat lokal menganggap bahwa Hamuk Hantarukung merupakan usaha rakyat Hulu Sungai Selatan dalam mengusir penjajah Belanda.
Gerakan penentang ini dipimpin oleh Bukhari, seorang pahlawan dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bukhari (1850-1899). Beliau lahir di Hantarukung dan wafat juga di Hantarukung, simpur, Hulu Sungai Selatan. Bukhari adalah salah seorang pejuang Perang Banjar yang memimpin perlawanan rakyat yang di sebut Amuk Hantarukung yang terjadi dimasa Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Ayah Bukhari bernama Manggir dan ibu bernama Bariah, Semasa muda Bukhari merantau ke Puruk Cahu, Kalimantan Tengah mengikuti pamannya Kasim yang jadi panakawan dari Sultan Muhammad Seman dan sejak itu Sultan pun menjadikan Bukhari sebagai panakawan.
Bukhari seorang yang setia mengabdikan dirinya, ia orang yang dipercaya sebagai pemayung Sultan. Ia dikenal di kalangan istana sebagai seorang yang mempunyai ilmu kesaktian dan kekebalan. Bahkan tersiar berita bahwa dengan ilmunya kalau dia tewas dapat hidup kembali, ilmu ini diajarkan kepada siapa yang menjadi pendukungnya. Adanya kelebihan-kelebihan Bukhari tersebut, menyebabkan ia dan adiknya bernama Santar mendapat tugas untuk menyusun dan memperkuat barisan perlawanan rakyat terhadap Belanda di daerah Banua Lima Kalimantan Selatan.
Dengan membawa surat resmi dari Sultan Muhammad Seman, Bukhari dan Santar kembali ke Hantarukung untuk menyusun suatu pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh penduduk desa Hantaurukung. Dengan bantuan Pangerak Yuya, Bukhari berhasil mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Sebanyak 25 orang penduduk telah menyatakan diri sebagai pengikutnya, dan dibawah pimpinan Bukhari dan Santar siap untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda. Gerakan Bukhari ini kemudian mendapat dukungan dari penduduk kampung lain seperti kampung Hamparaya dan Ulin.
Perlawanan mula-mula dilakukan dengan tidak bersedia lagi melakukan kerja rodi. Sikap penduduk dan Pangerak Yuya yang tidak mau menurunkan penduduk untuk menggali parit antara Kandangan sampai Negara tersebut, kemudian dilaporkan oleh Pambakal Imat kepada Kepala Distrik, karena Kepala Distrik tidak ada ditempat Pambakal melaporkan kepada Contoleur Belanda di Kota Kandangan.
Penguasa Belanda di Kandangan sangat marah mendengar berita itu pada tanggal 18 September 1899 berangkatlah rombongan penguasa Belanda yang terdiri dari Controleur Adsenarpont Domes dan Adspirant K. Wehonleschen beserta 5 orang Indonesia yang bekerja sebagai opas dan pambakal yang setia kepada Belanda. Dengan menaiki kereta kuda dan diikuti yang lainya Controleur Adsenarpont Domes ke desa Hantaurukung menemui Pangerak Yuya. Pangerak yang telah bekerja sama dengan Bukhari untuk pemerintah Belanda ini dipanggil oleh Controleur keluar dari rumahnya dengan tombak dan parang tanpa sarung. Setelah terjadi tanya jawab mengenai mengapa penduduk tidak mengerjakan lagi gerakan penggalian parit Kandangan sampai Negara, tiba-tiba muncul ratusan penduduk dibawah pimpinan Bukhari dan Santar sambil mengucap Shalawat Nabi maju ke arah Controleur dengan senjata tombak, serapang dan yang lainnya.
![](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250209-WA0004.jpg)
Dalam peristiwa itu telah terbunuh tuan Controleur Domes dan Adspirant K. Wehonleschen serta seorang anaknya. Sementara 4 orang lainnya dapat melarikan diri yang antara lain opas Dalau dan Kiai Negara selaku Kepala Distrik Negara. Peristiwa 18 September 1899 dengan terbunuhnya Controleur dan Adspirant Belanda segera sampai kepada pejabat-pejabat Belanda yang berada di Kota Kandangan.
Kemarahan pihak Belanda tidak dapat terbendung lagi. Besok harinya pada hari Senin tanggal 19 September 1899 sekitar pukul 13.00 siang hari pasukan Belanda datang untuk mengadakan pembalasan terhadap penduduk. Serangan pembalasan tersebut dipimpin oleh Kiai Jamjam, dengan diperkuat oleh 2 Kompi Serdadu Belanda yang bersenjata lengkap. Penduduk Hantarukung telah menyadari pula peristiwa yang akan terjadi. Beratus-ratus penduduk dibawah pimpinan Bukhari, Santar dan Pangerak Yuya siap dengan senjata mereka di pinggiran hutandan keliling danau menanti kedatangan pasukan Belanda.
Ketika sampai di desa Hantarukung di suatu persawahan, melihat keadaan sepi Kapten Belanda melepaskan tembakan peringatan agar penduduk menyerah. Pada waktu itulah Bukhari bersama-sama Haji Matamin dan Landuk tampil dengan senjata terhunus maju menyerbu musuh sambil mengucapkan Allahu Akbar berulang-ulang. Pertempuran tidak seimbang terjadi, rakyat dengan senjata tradisional melawan pasukan Belanda yang bersenjata api. Namun semangat Bukhari dan rakyat setempat menyala-nyala, sehingga pasukan Belanda sempat kerepotan menghadapi serbuan rakyat.
Dalam pertempuran tersebut, Bukhari, Haji Matamin dan Landuk serta Pangerak yuya gugur ditembus peluru Belanda.
Peristiwa berlanjut dengan terjadinya pembersihan secara kejam oleh Belanda terhadap penduduk yang terlibat terutama penduduk di desa Hantarukung, Hamparaya, Ulin, Wasah hilir dan Simpur. Penangkapan segera dijalankan oleh militer Belanda, mereka yang ditangkap berjumlah 23 orang yakni Hala, Hair, Bain, Idir, Sahintul, H. Sanadin, Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas, Tanang, Tasin, Bulat, Sudin, Matasin, Yasin, Usin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan dan Atmin.
Selanjutnya yang mati dalam penjara Hala, Hair, Bain dan Idir, sedangkan yang mati di gantung adalah Sahitul, H. Sanadin, Fakih, Unin, Saal, Lasan, Atnin, dan Santar. Jenazah Bukhari, Landuk dan Haji Matamin dimakamkan di Kampung Parincahan, Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang dikenal dengan makam Tumpang Talu hinggar sekarang. Sedangkan sembilan orang yang dihukum gantung oleh Belanda dimakamkan di kuburan Bawah Tandui di Kampung Hantarukung di Kecamatan Simpur, Hulu Sungai Selatan.