Oloan menyebut, tuduhan yang sempat beredar di sejumlah media online tersebut diduga dilontarkan oleh pasangan suami istri yang merupakan mantan kepala desa dan lurah. Ia menyayangkan adanya tuduhan tersebut karena dinilai tidak sesuai fakta.
Menurut Oloan, penjualan empat ekor sapi milik Bumdes Anggoli sudah melalui proses musyawarah desa yang diketahui langsung oleh Camat Sibabangun dan Kepala Dinas PMD Tapteng saat itu, almarhum Henri Haluka Sitinjak.
“Ini bukan keputusan pribadi saya. Sebelumnya sudah kami bahas bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan warga. Bahkan sudah dikomunikasikan dengan pemerintah kecamatan dan Dinas PMD,” jelas Oloan, Selasa (29/7/2025).
Ia menjelaskan, empat ekor sapi tersebut merupakan sisa dari tujuh ekor sapi program Dana Desa tahun 2018 yang diwariskan dari kepala desa sebelumnya. Petugas pemelihara sapi yang lama sudah tidak bersedia melanjutkan tugasnya, dan setelah diinformasikan ke masyarakat, tidak ada satu pun warga yang mau mengambil alih pemeliharaan.
“Ketua Bumdes juga pindah ke daerah Humbang Hasundutan. Demi menyelamatkan aset, kami sepakati melalui musyawarah untuk menjual sapi itu. Ada berita acaranya juga,” tambahnya.
Hasil penjualan empat ekor sapi tersebut, sambung Oloan, kemudian dialihkan untuk pengembangan usaha air bersih yang juga dikelola oleh Bumdes Anggoli, termasuk untuk pembelian meteran air dan biaya perawatan jaringan.
“Ini semua hasil kesepakatan musyawarah. Kami kelola untuk kepentingan masyarakat juga,” tegasnya.
Terkait tudingan dugaan korupsi pengadaan jaringan air bersih dan pungli, Oloan mengaku tidak mau berkomentar banyak. Ia justru meminta agar Inspektorat Tapteng melakukan audit terhadap pembangunan Pamsimas tahun 2019, jaringan pipanisasi air bersih program Dana Desa 2019, serta pengadaan sapi Dana Desa 2018 yang disebut berjumlah tujuh ekor.
“Biar jelas dan tidak jadi fitnah. Kasihan masyarakat nanti salah paham,” ujarnya.
Oloan juga menegaskan, biaya masuk dan iuran air bersih sudah dibahas melalui musyawarah antara pengurus Bumdes dan warga. Keuntungan usaha air bersih dipakai untuk pengembangan usaha serta honor petugas Bumdes.
“Namanya badan usaha, tentu harus ada pekerja, biaya pemeliharaan, dan pengadaan jaringan pipa ke rumah-rumah warga,” sebutnya.
Ia bahkan mengaku sempat menggunakan dana pribadi hingga Rp100 juta untuk memperluas jaringan air bersih ke seluruh dusun di Desa Anggoli, bahkan hingga ke desa tetangga. Saat ini, jaringan pipanisasi milik Bumdes Anggoli sudah mencapai 7 kilometer dengan aset sekitar Rp1 miliar.
“Sedetail apa pun kita jelaskan, kalau ada yang sudah berpikiran negatif pasti sulit menerima. Karena itu, lebih baik biar Inspektorat yang audit agar semuanya terang benderang,” tandas Oloan.