REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Sidang putusan kasus ketidaknetralan pemantau dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Banjarbaru 19 April lalu oleh Ketua DPD Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Syarifah Hayana dinyatakan bebas pidana penjara.

Dalam putusannya Ketua Majelis Hakim, Rakhmad Dwinanto mengatakan, bahwa terdakwa Syarifah memang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pengurus lembaga pemantau pemilihan yang melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan pemilihan.
“Kedua menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan dengan denda sejumlah Rp36 juta rupiah,” ujarnya saat mempimpin persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Banjarbaru, Selasa (17/6/25).
Namun, bait ketiga putusan tersebut, majelis hakim kembali menetapkan bahwa khusus pada pidana penjara yang dijatuhkan itu tidak perlu dijalani oleh terdakwa Syarifah Hayana.
“Ketiga menetapkan khusus pada pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama dua tahun terakhir,” jelasnya.
Mendengar putusan dari majelis hakim tersebut, tampak isak tangis dari Syarifah Hayana yang dikelilingi oleh keluarga dan kerabat dekatnya di ruang sidang.
Syarifah mengaku, sangat bersyukur dan bahagia atas putusan yang diberikan oleh majelis hakim.
“Bersyukur karena memang saya sudah mengerjakan apa yang sudah menjadi tanggungjawab sebegai pemantau pemilihan,” ucapnya singkat.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum, Muhammad Pazri mengatakan, atas putusan majelis hakim hari ini pihaknya akan pikir-pikir untuk menyatakan banding atau tidak.
Serta kembali mempelajari hasil putusan hakim tersebut sekaligus pertimbangannya selama tiga hari kedepan.
“Yang jelas kami melihat dari pertimbangan hakim tadi ada beberapa poin yang menjadi catatan kami, karena dari pembelaaan kami hanya sebagian yang diakomodir,” tuturnya.
Menurutnya, sama seperti yang disampaikan terdakwa bahwa aktivitas yang dilakukan adalah merupakan kegiatan pemantauan sehingga seharusnya tidak bisa dijatuhkan pidana, baik pidana kurungan ataupun percobaan.
Padahal, terbukti kalau bukan dari terdakwa sendiri yang langsung meminta adanya perilisan perhitungan suara usai PSU di Kota Banjarbaru.
“Kedua kenapa putusan percobaannya ada pertimbangan lain, tapi secara keseluruhan kami belum melihat adanya teks itu kami pelajari pertimbangan secara umum nantinya setelah kami mendapatkan putusan,” ungkapnya.
“Tetapi kami tetap menghormati putusan hakim untuk menjadi pertimbangan dan juga melihat situasi kondisi Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah juga akan mengajukan bading atau tidak,” tandasnya.