REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Menyusul insiden terbaru di mana sebuah kapal tongkang kembali menghantam struktur vital Jembatan Mahakam di Kota Samarinda, perdebatan mengenai keselamatan alur pelayaran Sungai Mahakam kembali mencuat.

Kejadian berulang ini memicu kekhawatiran publik terhadap stabilitas infrastruktur dan keamanan lalu lintas sungai yang menjadi urat nadi perekonomian di Kalimantan Timur.

Salah satu wacana yang mulai dibicarakan publik adalah penutupan sementara alur Sungai Mahakam demi keselamatan bersama.
Namun demikian, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Akhmed Reza Fachlevi, menilai bahwa gagasan tersebut tidak bisa diambil secara serampangan dan harus dipertimbangkan secara komprehensif.
Melalui keterangan yang ia sampaikan via aplikasi pesan, Reza menegaskan bahwa penutupan alur sungai bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan merupakan ranah pemerintah pusat.
“Kewenangan di sisi darat berada di Kementerian PUPR, sedangkan alur sungai berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan. Kami di DPRD hanya menjalankan fungsi pengawasan dan dapat memberikan rekomendasi, tapi keputusan final tetap pada pemerintah pusat,” ujar Reza.
Menurut Reza, dalam merespons insiden seperti ini, dua aspek besar yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati adalah keselamatan dan dampak terhadap ekonomi.
Ia mengingatkan bahwa keputusan menutup alur sungai secara menyeluruh bukan hanya menyangkut keamanan fisik semata, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian besar bagi negara, pelaku usaha, dan masyarakat lokal.
“Kita tidak boleh gegabah. Kalau alur sungai benar-benar ditutup, bisa timbul kerugian besar. Batu bara yang tertahan di jetty dan ponton bisa rusak atau bahkan terbakar. Negara juga bisa kehilangan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor strategis ini, dan masyarakat kehilangan pekerjaan di sektor pelayaran, bongkar muat, hingga tambang,” jelasnya.
Reza mengakui, kekhawatiran publik terhadap keselamatan jembatan dan lalu lintas sungai adalah hal yang wajar.
Namun ia mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada keputusan populis yang justru menimbulkan keresahan dan kontraproduktif terhadap stabilitas ekonomi daerah dan nasional.
Lebih jauh, Reza juga menyinggung bahwa konsekuensi dari penutupan alur sungai tidak hanya berdampak di tingkat lokal atau nasional, tetapi juga berpotensi memengaruhi citra Indonesia di mata dunia internasional.
Menurutnya, Indonesia bisa dinilai tidak mampu menjamin keamanan dan kelancaran aktivitas perdagangan di jalur vitalnya sendiri.
“Kalau sampai jalur Sungai Mahakam ditutup total, dunia bisa menilai bahwa Indonesia belum mampu menjamin keamanan jalur distribusi perdagangan. Ini bisa mencoreng nama baik kita di sektor investasi dan ekspor-impor. Jadi sekali lagi, keputusan seperti ini harus benar-benar dikaji secara matang oleh para pemangku kepentingan pusat,” ujarnya tegas.
Sebagai kader Partai Gerindra, Reza menegaskan komitmennya untuk tetap mendukung arahan Presiden Republik Indonesia, terutama dalam menjaga kondusivitas ekonomi nasional dan merawat persatuan bangsa.
Namun, ia menekankan bahwa keselamatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama
“Kami tentu akan selalu mendukung kebijakan pusat. Tapi suara dari daerah juga penting untuk dijadikan pertimbangan. Kami ingin agar kebijakan pusat nantinya bisa menjawab kebutuhan di lapangan secara utuh—menjamin keselamatan masyarakat, tetapi juga menjaga denyut nadi ekonomi lokal,” pungkasnya.
Sementara aparat penegak hukum masih menyelidiki apakah insiden tersebut mengandung unsur kelalaian atau pelanggaran pidana, DPRD Kaltim melalui Komisi III menyatakan siap mengawal setiap proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan Sungai Mahakam.
Melalui pernyataan ini, Reza mengajak seluruh pihak untuk menahan diri dari mengambil kesimpulan prematur, dan mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah guna mencari solusi terbaik bagi keselamatan dan keberlangsungan aktivitas di Sungai Mahakam.